Pacu jawi di Payakumbuh dan Limapuluh Kota (luak limopuluah) sudah ada semenjak dahulu. Tidak tahu tahun berapa kegiatan ini awalnya di adakan, acara ini sempat juga hidup hidup mati dalam pelaksanaannya karena keterbatasan biaya panitia dan minimnya dukungan pemerintah daerah.
Saat ini pacu jawi sudah rutin diadakan dengan lokasi bergilir di setiap nagari yang ikut meramaikan alek ini.Menurut penggiat penggiat senior di pacu jawi ini, dahulu banyak nagari yang ikut. Seperti Koto tuo,Koto Tangah,Pulutan.Sarilamak,Tarantang,Harau,Aia putiah,Batu balang,Bukik Limbuku,Taram,Gurun,Lubuak Batingkok(semuanya sekarang ada di kecamatan harau) serta Koto Nan gadang(payakumbuh utara) dan Payobasuang,serta Tiakar (payakumbuh timur).
Seiring perjalanan waktu beberapa nagari sudah tidak ada lagi ambil bagian dalam pacu jawi ini. Saat ini yang aktif tinggal Tanjuang pati,Batu Balang, Bukit limbuku,Taram Koto Nan Gadang,Tiakar dan Payobasuang.Bisa jadi karena sawah yang cocok untuk arena sudah banyak beralih fungsi menjadi lahan perumahan, perkantoran atau tempat usaha. Karena rata rata lokasi yang di pilih selain luas juga dekat jalan umum.
Dari gaya dan cara pelaksanaannya pacu jawi di daerah ini terinspirasi oleh pemakaian sapi saat mengolah sawah siap panen.Dahulu sebelum mesin bajak ada masyarakat daerah ini membajak sawah menggunakan tenaga sapi. Setelah di bajak ada yang namanya manyikek. yaitu membersihkan rumput dan meratakan hasil bajakan sehingga menjadi lumpur untuk bisa di tanami. Pacu jawi di Luak Limopuluah ini tampil dengan gaya seperti akan membersihkan dan meratakan lumpur sawah usai di bajak(manyikek).
Pucuk bambu yang di pasangkan di badan sapi itu disebut tali bajak dan yang di pegang joki di sebut sikek bajak. Satu sapi satu sikek bajak dengan satu joki. Masing masing joki akan menghalau sambil berlari sapi sapi mereka.
panitia pelaksana pacu jawi ini di sebut panitia kenagarian karena peserta membawa nama nagari asal mereka. Masing masing nagari ada panitia yang saat lomba duduk bersama memantau acara di tenda yang di sebut pancang merah.
Untuk penilaian di finis(pancang ujung)/juri dipilih oleh panitia pancang merah tadi. Sebelum acara di mulai seluruh panitia nagari sudah harus melaporkan berapa ekor sapi dan kelas yang akan di ikuti kepada panitia pelaksana. Panitia pelaksana ini merupakan tuan rumah acara bersifat sesaat acara saja.
Dalam pacu jawi dulu ada beberapa kelas, 1,2 dan 3. kelas 3 untuk sapi pemula,kelas 2 yang sudah sering turun lomba dan kelas 1 yang sudah sering juara di kelas dua. Kelas utama yaitu rimbun dan boko. Rimbun merupakan kelas utama di hari pertama yaitu hari Senin,Sementara Boko Juara utama di hari kedua(Selasa). Pacu jawi di sini dilaksanakan setiap hari senin dan selasa. Hadiah yang disediakan berupa hadiah hiburan semata. Masing masing nagari memiliki bendera khas untuk membedakan asal mereka.
Saat ini sudah ada yang memakai nama kelurahan asal untuk peserta pacu jawi. Tidak hanya nagari saja. Terutama peserta yang berasal dari Payakumbuh Utara dan Timur. Dan hadiah hadiah yang di sediakan sudah ada dari sponsor usaha yang ada di sekitar lokasi acara.
Dari dahulu memiliki sapi untuk pacu merupakan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat daerah ini. Sama dengan memiliki kuda pacu atau itik terbang di sekitaran kaki gunung sago. Masing masing sudut nagari di Luak Limopuluah memiliki seni budaya tersendiri. Ada sebagian nagari fokus dengan kuda ada yang itik terbang dan ada yang pacu jawi ini.
Dengan gencarnya promosi wisata di Payakumbuh dan Limapuluh Kota pacu jawi bisa jadi salah satu alternatif penarik kunjungan wisatawan. Kegiatan yang unik dan menarik ini dari dahulu sudah banyak di minati para pelancong baik lokal maupun internasional. Sayang kurang kemasan dan promosi karena kurang dukungan pihak terkait. terutama dari pemerintah melalui dinas Pariwisata. Semoga kedepan ada perhatian khusus dari dinas terkait di dua daerah tingkat dua ini dan bisa menasional juga.