Ilustrasi Rumah Gadang Sungai Beringin |
Lapau dan surau serta rumah gadang sudah sangat indentik dengan cerita perkembangan generasi minangkabau. Turun dari rumah gadang menuju surau dan nongkrong di lapau sudah tak asing bagi masyarakata minangkabau dari zaman dahulu. Sehingga tiga tempat ini selalu menjadi acuan pembentukan karakter masyarakat Minang.
Rumah gadang tempat mendapat didikan dari orang tua dan paman atau lazim di panggil mamak. Surau dapat didikan dari guru mengaji alias guru spritual atau agama. Sementara lapau menjadi ajang diskusi dan adu argumentasi dengan warga atau masyarakat sekitar.
Rasanya ada satu titik atau lokasi yang juga punya peran penting dalam membina dan membentuk karakter generasi minang,yaitu dangau. Dangau adalah bangunan tempat peristirahatan di ladang atau sawah.
Sebagai daerah agraris dangau sangat tidak bisa di pisahkan dari kehidupan masyarakat Minangkabau. Bataratak,bakampuang,bakoto ,banagari. Juga dengan Barumah dan badangau.
Dangau yang sangat memiliki peran dalam membentuk perilaku dan karakter itu adalah dangau yang ada di ladang. Setiap ladang sudah di pastikan ada pondok peristirahatan dan tempat menyimpan perkakas. Juga berfungsi tempat tidur saat menunggui ladang yang akan panen.
Seperti ladang padi,tembakau,gambir dll. Kebanyakan di pakai untuk tanaman muda atau sejenis palawija.
Salah satu dangau yang bisa di gambarkan berfungsi seperti tertulis diatas adalah dangau ladang tembakau. Disini dahulu kaum lelaki Minang terutama di kampung penulis sering menjadi tempat berkumpul atau berkelompok. Selain untuk bekerja juga berdiskusi dan belajar seni budaya.
Aktifitas dangau biasanya siang mengolah lahan,malam sebelum mata mengantuk diskusi dan belajar seni. Saluang,genggong talempong sampai permaianan lainnya sering diadakan di dangau ini. Yang tidak pandai akan belajar dengan yanag sudah pandai.
Tidak jarang juga ada yang belajar ilmu kebatinan di dangau ini. Bagaimanapun dunia mistik atau kebatinan dalam peradaban anak minang tidak bisa di hilangkan dalam riyawat mereka. Memang tidak semua orang meyakini tapi perilaku ini pernah ada dan mungkin masih ada sampai sekarang.
Dari dahulu seperti yang penulis dapat dari tutur kata atau cerita orang tua tua,anak muda itu dibekali dengan ilmu bela diri berupa silek dan ilmu mudo. Ilmu muda ini sering di sebut dengan pekasihan atau pemikat lawan jenis.
Sesuai pameo kata orang minang "bia jan disangko urang ijuak indak basaga,lubuak indak babatu" yang artinya jangan kita di pandang remeh orang lain. Disobsong dengan fisik silat mainannya. Jika di cemooh lawan jenis pakasiah lawannya. Hal ini banyak di dapat di dangau ini. Sehingga sering identik dengan parewa orang orang yang besar dalam didikan dangau.
Tidak dipungkiri mengingat mereka besar dalam tempaan alam. Orang di dangau sudah biasa dengan riak alam dan binatang buas. Karena ladang itu jauh dsri perkampungan dN dekat dengan hutan. Tabujua lalu tabulintang patah sudah jadi dasar pertahanan hidup. Ndak lalu dandang di aia di gurun di tanjakan. Ndak lalu kandak di lahia di bathin balaluan. Sudah fasih di lidah orang orang dangau.
Saluang maimbau,genggong batuah,talempong bapitunang, semua itu umumnya berasal dari dangau tempat ngumpulnya para kuli tani ini.