Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa para pelaku industri tidak perlu khawatir dengan adanya revolusi industri keempat atau yang dikenal dengan era industri 4.0. Menurutnya, peralihan teknologi dari era industri sebelumnya menuju industri 4.0 justru akan membuka peluang baru yang luar biasa besar. Namun, para pelaku industri dituntut untuk dapat memahami, mempersiapkan, dan mengikuti perubahan-perubahan yang ada.
"Yang kita perlukan adalah melek. Benar-benar mengikuti, benar-benar mencermati secara cepat, mendalami, dan mempersiapkan. Kita harus cekatan, lincah, dan harus siap," kata Presiden pada acara pembukaan Indonesia International Motor Show 2018 di JI-Expo, Kemayoran, Jakarta, pada Kamis, 19 April 2018.
Di hadapan para pelaku industri otomotif Tanah Air yang hadir, Kepala Negara mulanya membeberkan prediksi sejumlah pihak mengenai dampak dari era industri 4.0, khususnya di sektor otomotif. Prediksi tersebut salah satunya menyangkut soal layanan ride sharing seperti yang kita kenal saat ini dengan Go-Car maupun GrabCar.
Kehadiran layanan serupa itu disebut-sebut mengubah tren konsumsi dari yang mulanya jual-beli menjadi apa yang disebut Presiden dengan "panggil mobil". Pelanggan kini bisa mengakses angkutan mobil, kapan saja, di mana saja, dengan menggunakan aplikasi di gawainya masing-masing.
"Tren-tren seperti ini harus kita baca. Akhirnya banyak yang menyampaikan, ngapain orang masih beli mobil kalau bisa mengakses transportasi mobil, kapan saja dan di mana saja, dengan menggunakan aplikasi mobile?" tuturnya.
Perubahan tren konsumsi dan skema bisnis seperti itu yang merupakan dampak dari era industri 4.0 diprediksi dapat mengancam keberlangsungan industri otomotif di Tanah Air apabila memang benar terjadi. Sejumlah prediksi lainnya juga sempat dibicarakan Presiden dalam kesempatan itu. Namun, Kepala Negara tidak begitu saja percaya dengan prediksi-prediksi serupa itu.
"Itu prediksi-prediksi dan itu yang saya enggak percaya. Kalau yang pesimis-pesimis seperti itu saya enggak percaya," ujarnya.
Presiden percaya bahwa revolusi industri di sektor otomotif justru akan meningkatkan pertumbuhan industri otomotif itu sendiri, bukan malah menciut. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan di sektor otomotif dan sektor transportasi pun disebutnya juga akan bertambah, bukan malah berkurang.
"Bahwa jenis pekerjaannya akan berubah, iya. Bahwa pekerja harus bergeser ke jenis pekerjaan yang agak berbeda, iya. Tapi bahwa jumlah pekerja di sektor otomotif dan transportasi akan berkurang, menurut saya tidak," ucapnya.
Dari contoh kasus layanan ride sharing tadi, Kepala Negara mengajak kita untuk menganalisis peluang apa yang sebenarnya terbuka lebar dari perubahan itu. Kita bisa mengetahui bahwa kendaraan yang digunakan dalam layanan itu kini seolah bertindak menjadi kendaraan umum di mana setiap kendaraan bisa dipakai banyak orang dan terus menerus. Hal itu memunculkan kebutuhan yang jauh lebih besar akan perawatan kendaraan secara rutin.
"Ya pasti mobil itu akan harus dirawat lebih intensif. Mobil itu harus sering dicuci. Kalau kita lihat, cuci mobil terutama interiornya itu adalah sebuah jasa yang padat karya. Merawat (memperbaiki) mobil itu adalah jasa yang padat karya," ungkapnya.
Selain itu, dengan digunakannya kendaraan tersebut secara terus menerus untuk melayani pelanggan selama 20 atau bahkan 24 jam per hari, sudah tentu kebutuhan akan perbaikan berkala juga semakin meningkat. Masa pakai kendaraan pun akan lebih banyak berkurang.
"Masa pakai dari mobil akan lebih cepat. Artinya produksi mobil harus lebih banyak," ujarnya.
Inilah beberapa peluang yang setidaknya muncul di tengah perubahan-perubahan era industri 4.0 yang harus dipahami bersama. Presiden Joko Widodo yakin, dengan kemampuan Indonesia di bidang otomotif, peluang-peluang itu dapat digarap dengan baik,
"Saya optimistis bahwa dengan bakat yang kita punya di Indonesia, di sektor otomotif, dan dengan industri otomotif kita yang tangguh, kita bisa menggarap peluang-peluang yang ada," ucapnya mengakhiri.
Setelah menyampaikan sambutan, Presiden didampingi Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meninjau pameran IIMS 2018.
Jakarta, 19 April 2018
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden
Bey Machmudin
"Yang kita perlukan adalah melek. Benar-benar mengikuti, benar-benar mencermati secara cepat, mendalami, dan mempersiapkan. Kita harus cekatan, lincah, dan harus siap," kata Presiden pada acara pembukaan Indonesia International Motor Show 2018 di JI-Expo, Kemayoran, Jakarta, pada Kamis, 19 April 2018.
Di hadapan para pelaku industri otomotif Tanah Air yang hadir, Kepala Negara mulanya membeberkan prediksi sejumlah pihak mengenai dampak dari era industri 4.0, khususnya di sektor otomotif. Prediksi tersebut salah satunya menyangkut soal layanan ride sharing seperti yang kita kenal saat ini dengan Go-Car maupun GrabCar.
Kehadiran layanan serupa itu disebut-sebut mengubah tren konsumsi dari yang mulanya jual-beli menjadi apa yang disebut Presiden dengan "panggil mobil". Pelanggan kini bisa mengakses angkutan mobil, kapan saja, di mana saja, dengan menggunakan aplikasi di gawainya masing-masing.
"Tren-tren seperti ini harus kita baca. Akhirnya banyak yang menyampaikan, ngapain orang masih beli mobil kalau bisa mengakses transportasi mobil, kapan saja dan di mana saja, dengan menggunakan aplikasi mobile?" tuturnya.
Perubahan tren konsumsi dan skema bisnis seperti itu yang merupakan dampak dari era industri 4.0 diprediksi dapat mengancam keberlangsungan industri otomotif di Tanah Air apabila memang benar terjadi. Sejumlah prediksi lainnya juga sempat dibicarakan Presiden dalam kesempatan itu. Namun, Kepala Negara tidak begitu saja percaya dengan prediksi-prediksi serupa itu.
"Itu prediksi-prediksi dan itu yang saya enggak percaya. Kalau yang pesimis-pesimis seperti itu saya enggak percaya," ujarnya.
Presiden percaya bahwa revolusi industri di sektor otomotif justru akan meningkatkan pertumbuhan industri otomotif itu sendiri, bukan malah menciut. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan di sektor otomotif dan sektor transportasi pun disebutnya juga akan bertambah, bukan malah berkurang.
"Bahwa jenis pekerjaannya akan berubah, iya. Bahwa pekerja harus bergeser ke jenis pekerjaan yang agak berbeda, iya. Tapi bahwa jumlah pekerja di sektor otomotif dan transportasi akan berkurang, menurut saya tidak," ucapnya.
Dari contoh kasus layanan ride sharing tadi, Kepala Negara mengajak kita untuk menganalisis peluang apa yang sebenarnya terbuka lebar dari perubahan itu. Kita bisa mengetahui bahwa kendaraan yang digunakan dalam layanan itu kini seolah bertindak menjadi kendaraan umum di mana setiap kendaraan bisa dipakai banyak orang dan terus menerus. Hal itu memunculkan kebutuhan yang jauh lebih besar akan perawatan kendaraan secara rutin.
"Ya pasti mobil itu akan harus dirawat lebih intensif. Mobil itu harus sering dicuci. Kalau kita lihat, cuci mobil terutama interiornya itu adalah sebuah jasa yang padat karya. Merawat (memperbaiki) mobil itu adalah jasa yang padat karya," ungkapnya.
Selain itu, dengan digunakannya kendaraan tersebut secara terus menerus untuk melayani pelanggan selama 20 atau bahkan 24 jam per hari, sudah tentu kebutuhan akan perbaikan berkala juga semakin meningkat. Masa pakai kendaraan pun akan lebih banyak berkurang.
"Masa pakai dari mobil akan lebih cepat. Artinya produksi mobil harus lebih banyak," ujarnya.
Inilah beberapa peluang yang setidaknya muncul di tengah perubahan-perubahan era industri 4.0 yang harus dipahami bersama. Presiden Joko Widodo yakin, dengan kemampuan Indonesia di bidang otomotif, peluang-peluang itu dapat digarap dengan baik,
"Saya optimistis bahwa dengan bakat yang kita punya di Indonesia, di sektor otomotif, dan dengan industri otomotif kita yang tangguh, kita bisa menggarap peluang-peluang yang ada," ucapnya mengakhiri.
Setelah menyampaikan sambutan, Presiden didampingi Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meninjau pameran IIMS 2018.
Jakarta, 19 April 2018
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden
Bey Machmudin