Salingka Luak,-Penghulu ada yang juga menyebut Niniak Mamak. Merupakan orang yang di dahulukan selangkah ditinggikan seranting, pimpinan Kamanakan dalam suatu kaum. Mereka memegang tampuk adat di nagari masing-masing. Sudah jadi mamangan di Minangkabau bahwa ‘penghulu sakato kaum, raja sakato alam’. Mereka ada yang disebut penghulu pucuk, penghulu kaum, dan penghulu andiko.
Rubrik Minang saisuak kali ini menurunkan kodak klasik cuplikan prosesi pengangkatan (penabalan/malewakan gala) seorang penghulu di Nagari Koto Nan Gadang, Payakumbuh, Luhak 50. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1924. Tidak disebutkan siapa nama penghulu yang sedang dilewakan.
Pengangkatan seorang penghulu mengikuti upacara yang telah digariskan oleh adat di nagari masing-masing. Ada perbedaan antara penghulu dari kelarasan Koto Piliang dan Bodi Caniago. Yang pertama memakai konsep ‘titiak dari ateh’, yang kedua memakai konsep bosek dari bumi.
Dalam keterangan teks yang menyertai foto ini dikatakan: Akan menentoekan siapa jang patoet diangkat mendjadi Penghoeloe dalam satoe kaoem (soekoe), maka lebih dahoeloe bermoepakatlah kaoem keloearga dalam soekoe itoe menentoekan salah seorang dari pada meréka jang berhak dan patoet memakai gelaran poesaka itoe. Setelah dapat keboelatan permoepakatan, boelat telah boléh digoelingkan, pétjak telah boleh dilajangkan, maka baroelah dibawa kekerapatan negeri, jaïtoe biasanja pada soetaoe tempat atau roemah jang sengadja oentoek rapat ‘adat sadja, dinamai “Balai ‘Adat”. Disana berkompoellah sekalian penghoeloe-penghoeloe dan orang toea-toea serta orang tjerdik pandai dalam negeri itoe. Setelah diakoe[i] sah poela olh kerapatan negeri itoe, baroelah diberi tahoekan kepada Hoofd van Plaatselijk Bestuur, soepaja nama orang jang telah diangkat itoe dimasoekkan kedalam boekoe negeri. Jadi, tampaknya penghulu yang akan diangkat ini berasal dari kelarasan Bodi Caniago.
Rapat besar para pemimpin nagari di balai adat itu adalah momen yang menggembirakan bagi anak nagari. Menoeroet kebiasaannja diboeatlah perdjamoean ketika mengadakan kerapatan negeri itoe. Perempoean-perempoean membawa hidangan menoeroet sepandjang adat datang kesana, dan memakai pakaian ‘adat (seperti dapat dikesan dalam foto ini).
Setelah mendapat pengesahan, anggota kaum dari penghulu yang terpilih akan memestakan (mamparalekkan) penghulunya itu. Biasanya akan diadakan alek nagari selama seminggu: ada acaramambantai kerbau, pasambahan yang menghadirkan para pengulu yang lain dan orang yang patut-patut dalam nagari, dan makan bersama seluruh warga anak nagari. Semua anak nagari – besar kecil, tua muda, lelaki perempuan – bersuka ria. Selama pesta itu juga dipertunjukkan berbagai macam permaian anak nagari.
Begitulah adat dan tata cara pengangkatan penghulu di Minangkabau pada masa lalu. Dunia kepenghuluan tentu berubah mengikuti perubahan zaman. Bukankah sakali aia gadang, sakali tapian baraliah. Kini kalau ada pengangkatan penghulu, banyak orang kaya-kaya dari kota, yang meracak oto rancak-rancak dengan pintu balapik, juga datang memberi karangan bunga yang gedang-gedang dan mahal-mahal.
Sumber: Suryadi – Leiden, Belanda | Singgalang, Minggu, 2 Agustus 2015 (Sumber foto: Pandji Poestaka, No.15, Tahoen II, 10 April 1924:284).
Rubrik Minang saisuak kali ini menurunkan kodak klasik cuplikan prosesi pengangkatan (penabalan/malewakan gala) seorang penghulu di Nagari Koto Nan Gadang, Payakumbuh, Luhak 50. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1924. Tidak disebutkan siapa nama penghulu yang sedang dilewakan.
Pengangkatan seorang penghulu mengikuti upacara yang telah digariskan oleh adat di nagari masing-masing. Ada perbedaan antara penghulu dari kelarasan Koto Piliang dan Bodi Caniago. Yang pertama memakai konsep ‘titiak dari ateh’, yang kedua memakai konsep bosek dari bumi.
Dalam keterangan teks yang menyertai foto ini dikatakan: Akan menentoekan siapa jang patoet diangkat mendjadi Penghoeloe dalam satoe kaoem (soekoe), maka lebih dahoeloe bermoepakatlah kaoem keloearga dalam soekoe itoe menentoekan salah seorang dari pada meréka jang berhak dan patoet memakai gelaran poesaka itoe. Setelah dapat keboelatan permoepakatan, boelat telah boléh digoelingkan, pétjak telah boleh dilajangkan, maka baroelah dibawa kekerapatan negeri, jaïtoe biasanja pada soetaoe tempat atau roemah jang sengadja oentoek rapat ‘adat sadja, dinamai “Balai ‘Adat”. Disana berkompoellah sekalian penghoeloe-penghoeloe dan orang toea-toea serta orang tjerdik pandai dalam negeri itoe. Setelah diakoe[i] sah poela olh kerapatan negeri itoe, baroelah diberi tahoekan kepada Hoofd van Plaatselijk Bestuur, soepaja nama orang jang telah diangkat itoe dimasoekkan kedalam boekoe negeri. Jadi, tampaknya penghulu yang akan diangkat ini berasal dari kelarasan Bodi Caniago.
Rapat besar para pemimpin nagari di balai adat itu adalah momen yang menggembirakan bagi anak nagari. Menoeroet kebiasaannja diboeatlah perdjamoean ketika mengadakan kerapatan negeri itoe. Perempoean-perempoean membawa hidangan menoeroet sepandjang adat datang kesana, dan memakai pakaian ‘adat (seperti dapat dikesan dalam foto ini).
Setelah mendapat pengesahan, anggota kaum dari penghulu yang terpilih akan memestakan (mamparalekkan) penghulunya itu. Biasanya akan diadakan alek nagari selama seminggu: ada acaramambantai kerbau, pasambahan yang menghadirkan para pengulu yang lain dan orang yang patut-patut dalam nagari, dan makan bersama seluruh warga anak nagari. Semua anak nagari – besar kecil, tua muda, lelaki perempuan – bersuka ria. Selama pesta itu juga dipertunjukkan berbagai macam permaian anak nagari.
Begitulah adat dan tata cara pengangkatan penghulu di Minangkabau pada masa lalu. Dunia kepenghuluan tentu berubah mengikuti perubahan zaman. Bukankah sakali aia gadang, sakali tapian baraliah. Kini kalau ada pengangkatan penghulu, banyak orang kaya-kaya dari kota, yang meracak oto rancak-rancak dengan pintu balapik, juga datang memberi karangan bunga yang gedang-gedang dan mahal-mahal.
Sumber: Suryadi – Leiden, Belanda | Singgalang, Minggu, 2 Agustus 2015 (Sumber foto: Pandji Poestaka, No.15, Tahoen II, 10 April 1924:284).