Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa untuk mengatasi masalah terorisme, tindakan preventif jauh lebih penting dibandingkan langkah-langkah represif. Hal tersebut disampaikan oleh Presiden dalam sambutannya saat berbuka puasa bersama pimpinan lembaga negara, menteri Kabinet Kerja, tokoh agama Islam, dan tokoh-tokoh lainnya di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 18 Mei 2018.
"Langkah-langkah preventif yang paling baik adalah bagaimana kita semuanya bisa membersihkan lembaga-lembaga pendidikan dari TK, dari SD, dari SMP, SMA, Perguruan Tinggi, dan juga ruang-ruang publik, mimbar-mimbar umum, dari ajaran-ajaran ideologi yang sesat yaitu terorisme," ucap Presiden.
Hal ini menjadi sorotan Presiden karena dari serangkaian aksi terorisme yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo, semuanya melibatkan anak-anak di bawah umur.
"Seharusnya anak-anak ini, masih dalam kondisi, mungkin masih senang bermain-main di halaman rumah atau di gang-gang, dan juga seharusnya anak-anak ini juga masih dalam kondisi senang-senang sekolah. Dan mungkin juga masih senang-senangnya berkumpul dengan keluarga, berkumpul dengan teman-temannya," katanya.
Presiden menggarisbawahi betapa kejam dan kejinya ideologi terorisme yang sudah melibatkan anak-anak dalam melakukan aksinya. Oleh karena itu, Presiden berharap tidak ada lagi keluarga yang hancur karena ideologi sesat seperti terorisme.
"Saya hanya ingin mengingatkan artinya ini apa? Artinya ideologi yang kejam ini, ideologi terorisme ini telah masuk ke dalam sendi-sendi keluarga kita, keluarga di Indonesia. Ini yang harus hati-hati di sini," ujar Kepala Negara.
Peran keluarga, lanjut Presiden, seharusnya membangun masa depan anak, memberikan rasa optimisme kepada anak, memberikan nilai-nilai yang baik, dan nilai-nilai budi pekerti kepada anak. "Tapi justru kebalikannya, hilang semuanya karena keluarga itu mengikuti ideologi terorisme," lanjutnya.
Lebih lanjut, Presiden menegaskan bahwa pemerintah dan DPR sedang berusaha agar Undang-Undang Antiterorisme bisa segera diselesaikan secepatnya. Sementara itu, terkait proses pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) TNI untuk menangani terorisme, Presiden mengatakan bahwa hal tersebut hanya akan dilakukan apabila situasi sudah di luar kapasitas Polri.
"Pemerintah dalam proses membentuk Komando Operasi Khusus Gabungan yang berasal dari Kopassus, dari Marinir, dari Paskhas, dalam rangka memberi rasa aman kepada masyarakat, tetapi dengan catatan itu dilakukan apabila situasi sudah di luar kapasitas Polri," ujar Presiden.
Jakarta, 18 Mei 2018
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden
Bey Machmudin