Padang Pariaman, -Setidaknya hampir 400-an ekor kerbau memadati
Talaok Kabau Gadang, Nagari Sintuak, Kecamatan Sintuak Toboh Gadang
Kabupaten Padang Pariaman Propinsi Sumatera Barat, Kamis (7/6). Menurut
Walinagari Sintuak Anasril Nazar, Talaok Kabau Gadang merupakan tempat
berkumpulnya pedagang ternak kerbau.Pedagang memamerkan ternak kerbaunya
kepada masyarakat dan calon pembeli kerbau.
Calon pembelinya bukan dari kalangan individu,
tetapi utusan masing-masing pengurus masjid, surau korong atau surau
kaum yang ada di berbagai nagari di Kabupaten Padang Pariaman. Di lokasi
ini terjadi transaksi jual beli antara pedagang dengan utusan masjid
dan surau tersebut, kata Anasril Nazar.
Talaok Kabau Gadang Nagari Sintuak dihadiri Anggota
DPRD Sumbar Komi Caniago, Kapolsek Lubuk Alung AKP Eri, Babhinkantibmas
Sintuak Roy Martin, Kabid Pembibitan dan Produksi Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Padang Pariaman Zulkifliman dan pemuka Nagari Sintuak.
Menurut Anasdi Nazar, budaya dan tradisi bantai
adat sudah ada di Nagari Sintuak sejak zaman Belanda. Jadi kebanggaan
warga Sintuak. Setiap jamaah masjid, surau korong dan surau kaum,
membeli daging kerbau bersama-sama yang difasilitasi pengurus dengan
kesepakatan seluruh unsur yang ada di tempat masing-masing. Yaitu alim
ulama, niniak mamak, cadiak pandai, bundo kanduang dan pemuda.
Pengurus masjid dan surau bermusyawarah pada
patang limo baleh (15 Ramadhan), untuk menentukan jumlah onggokkan
(tumpukan) daging kerbau dan menentukan harga satu onggoknya. Musyawarah
dihadiri pemuka masyarakat, baik kaum adat, kaum agama dan seluruh
jamaah pembeli onggok daging, kata Anasril Nazar.
Panitia Pelaksana Zeki Aliwardana menyebutkan,
Talaok Kabau Gadang sendiri tradisi yang sudah lama ada di Sintuak.
Tradisi yang merupakan kearifan lokal ini perlu dilestarikan. Setiap
tahun kegiatan ini diadakan pada bulan Ramadhan. Dengan banyaknya
kerbau yang datang, juga diselenggarakan perlombaan kerbau yang paling
besar dengan kriteria tersendiri. Tim Juri yang sudah berpengalaman
menilai mana kerbau yang layak diberikan juara I, II dan III.
Masing-masing pemenang diberikan tropi dan tabanas, kata Zeki
Aliwardana yang juga Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor
Kabupaten Padang Pariaman ini.
Seorang pedagang ternak Zulkifli (47),
menyebutkan, pasar ternak Sintuak ini mulai dirintis sejak 2013 lalu.
Ada 44 pedagang ternak yang setuju diadakan pasar ternak di Sintuak.
Kami pun melapor kepada walikorong, walinagari dan camat setempat. Alhamdulillah, hingga kini masih bisa jalan. Walaupun masih belum
memiliki fasilitas pendukung layaknya pasar ternak, kata Zulkifli yang
sudah menekuni profesi pedagang ternak selama 32 tahun atau sejak
berusia 15 tahun.
Setiap transaksi jual beli ternak, yang membutuhkan surat jual beli dikenai biaya Rp 15.000 per transaksi. Sedangkan biaya tambangan ternak dikenai sebesar Rp 15.000
per ekor. Sedangkan harga satu ekor kerbau paling mahal berkisar Rp 35
– 40 juta. Penawaran antara pedagang dengan pembeli dilakukan denganmarosok, dengan salaman pembeli dan pedagang ditutup kain sehingga orang lain tidak tahu berapa harganya. Caramarosok ini agar tidak menyinggung perasaan pedagang yang lain jika harga jual kerbaunya jauh berbeda dengan ukuran yang sama.
Dari pengamatan di lokasi pasar ternak, selain
dipadati ternak kerbau, juga puluhan kendaraan roda dua parkir di
sekitar pasar ternak ini. Tentu saja truk pembawa kerbau juga turut
meramaikan parkir. Ramainya pengunjung di pasar ternak ini juga
dimanfaatkan sejumlah pedagang.
Bantai Adat
Menurut Zeki Aliwardana, ternak kerbau yang dibeli
nantinya dipotong saat lebaran. Namanya bantai adat. Bantai adat ini
persiapannya sudah dimulai pada patang15 hari puasa. Maksudnya 15 hari
puasa Ramadhan. Waktu itu setiap masjid atau surau di masing-masing
korong (wilayah terkecil setelah nagari (desa), setingkat rukun warga di
perkotaan) mulai mendata siapa saja yang ingin ikut bantai adat. Jamaah
dan masyarakat korong mendaftar kepada pengurus. Kemudian pada patang
27, atau malam 27 puasa Ramadhan, dilakukan pembayaran uang yang sudah
disepakati bersama.
Setelah semua pembayaran lunas, dapat dipastikan
berapa uang terkumpul untuk membeli ternak kerbau. Pengurus sebelumnya
sudah meninjau ternak yang akan dibeli di pasar ternak atau Talaok.
Bantai adat ini dilakukan di setiap korong atau
surau. Ada korong yang hanya melakukan bantai adat di masjid (maksudnya
pengurus masjid), ada pula di satu korong terdapat beberapa surau yang
juga melakukan bantai adat. Sehingga satu korong ada yang melakukan
bantai adat di 3 lokasi, karena ada 3 surau yang melakukannya.
Usai shalat Idul Fitri, ternak yang sudah dibeli
dibantai di satu lokasi di Nagari Sintuak. Lokasi pembantaian ternak ini
sengaja digabungkan agar lebih memudahkan penyelenggaraannya. Setelah
dibantai, daging tersebut dionggok (ditumpuk) sesuai dengan jumlah yang
sudah disepakati sebelumnya. Pembagian daging tersebut bukan dengan
sistem berat per kilogram, melainkan onggok. Satu orang minimal memesan 1
onggok. Ada pula yang memesan lebih dari satu onggok, misalnya sampai
10 onggok.
Seseorang yang memesan daging baonggok (berlonggok)
lebih dari satu, berarti selain untuk kebutuhan dirinya sendiri, juga
diberikan kepada orang lain. Misalnya, seorang mamak (paman) memberikan
satu onggok untuk kemenakan, atau sebaliknya seorang kemenakan kepada
mamaknya, seorang kakak memberikan kepada adik atau sebaliknya, adik
memberikan kepada kakaknya. Ada juga diberikan kepada karyawan tertentu
bagi seseorang yang memperkerjakan orang lain dalam usahanya.
Dengan pemberian daging tersebut, seseorang yang
ikut bantai adat semakin meningkatkan silaturrahmi dan tali
persaudaraan. Baik antara orang yang memberi dengan yang menerima,
maupun peserta bantai adat baonggok sesamanya. Seseorang yang turut
bantai adat ini juga sebagai tanda bersedia hidup bakorong bakampung (bermasyarakat), tutur Zeki Aliwardana yang juga Ketua Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) Nagari Sintuak. (bb)