Limapuluh
Kota --- Meningkatkan partisipatif dan kepedulian masyarakat untuk ikut
mengawasi penyelenggaraan pemilu 2019, Bawaslu Lima Puluh Kota terus
menggiatkan sosialisasi ke masyarakat. Kali ini lembaga pengawas pemilu
menyasar kalangan mahasiswa.
Seperti acara
bertema 'Bawaslu Goes to Campus', yang dilaksanakan di auditorium
Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh di Tanjung Pati, akhir pekan
kemarin. Hadir menjadi nara sumber dalam kegiatan tersebut, Ketua
Bawaslu Lima Puluh Kota, Yoriza Asra.
Yoriza
Asra, kepada wartawan Senin (4/2) mengatakan, peranan masyarakat
utamanya kalangan mahasiswa dalam mengawasi tahapan pemilu, sangat
dibutuhkan sebagai upaya menjaga hak suara dan kedaulatan rakyat sesuai
amanah Undang-Undang.
"Di dalam UU 7 tahun
2017, tentang Pemilihan Umum itu didefinisikan, bahwa Pemilu ini
merupakansarana kedaulatan rakyat dalam rangka memilih pemimpin. Jadi,
alek demokrasi ini sebetulnya, adalah, pelaksanaan kewenangan rakyat,
untuk menggunakan serta menjaga hak-nya selaku warga negara," kata
Yoriza Asra dalam pemaparannya.
Dalam UU
Pemilu, kata Yoriza, negara memang sudah membentuk sebuah lembaga
pengawasan, bernama Bawaslu. Tetapi, mengingat keterbatasan personil,
Bawaslu tentu tidak akan maksimal bekerja, tanpa dukungan masyarakat.
"Minimal memberi informasi atau melaporkan, jika kita menemukan indikasi
pelanggaran pemilu di sekitar kita," terangnya.
Selain
Ketua Bawaslu Yoriza Asra, turut hadir Komisioner Bawaslu, Ismet
Aljannata, Koordinator Sekretariat Mellia Rahmi serta mantan Komisioner
Bawaslu, Budi Febriandi.
Budi dalam pemaparan
materinya, bertema: 'Pemilu, Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat, serta
peran penting mahasiswa dalam pengawasan pemilu' juga memberi ajakan
agar mahasiswa bersikap aktif dan partisipatif menyikapi fenomena yang
terjadi dalam penyelenggaraan pemilu.
Karena,
menurutnya, lingkungan kampus merupakan lingkungan kaum intelektual yang
memiliki objektifitas dan netralitas dalam kontestasi pemilu. "Terutama
dalam melakukan upaya menciptakan pemilu bersih, serta menghilangkan
budaya politik uang di masyarakat. Karena ini jelas dapat merusak mental
masyarakat dan bangsa kita," tutur Budi, yang juga peneliti dan
akademisi di Luak Limopuluah. (*)