Yogyakarta – Kemajuan era globalisasi yang berkembang di kehidupan para milenial masa kini sangatlah menantang, hal ini perlu diiringi dengan penguatan moral dan agama sebagai upaya mengantisipasi hal-hal yang justru akan menjerumuskan para milenial. Dengan memiliki pemuda yang bermoral dan beriman, maka kita akan mempunyai aset pemimpin yang dapat di percaya.
Syafe’i El Bantanie, Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan, menyampaikan tentang “Uswah Leadership” kepada 176 penerima manfaat Beastudi Etos pada Sabtu malam (03/08) di Auditorium University Club UGM dalam acara “Inspiring Leader Talk” sebagai salah satu rangkaian Sociopreneur Camp 2019.
Syafe’i menjelaskan
tentang perbedaan uswatun hasanah dengan qudwatun hasanah. Secara bahasa sama
artinya yakni teladan yang baik. Kenapa dalam Al-Qur'an dipakai kata uswah
bukan qudwah. Qudwah memiliki makna lain bahwa ia adalah teladan yang terbaik
dan dirinya bisa mencetak satu generasi di bawahnya menjadi teladan yang baik
pula. Sedangkan uswah memiliki makna bahwa ia adalah teladan yang terbaik dan
bisa mencetak generasi selanjutnya yang terbaik, Kemudian generasi tersebut
mencetak generasi terbaik lagi, Paparnya.
Setiap manusia
diturunkan ke bumi memiliki misi. Misi yang tertuang dalam QS Al Baqarah ayat
30, bahwa setiap manusia adalah pemimpin, minimal pemimpin bagi dirinya
sendiri.
"Tidakkah kamu
memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit."
(Q.S Ibrahim, Ayat 24)
Manusia dengan
mengemban sebuah misi pemimpin perlulah dibekali dengan kebaikan-kebaikan agar
tidak terjerumus kedalam hal-hal yang tidak diinginkan. Manusia yang mengemban
misi kepemimpinan ibarat sebuah pohon yang memiliki akar yg kuat. Akar tersebut
untuk menopang dirinya agar kuat dan tidak goyah. Akar tersebut adalah tauhid
dan aqidah. Dalam Uswah Leadership, akar yang kokoh disebut dengan Integritas.
Kemudian pohon yang
memiliki cabang menjulang. Artinya setiap manusia yang diberi misi kepemimpinan
harus memiliki jiwa Kompeten, dan Cendekiawan.
“Kemudian setelah
memiliki integritas, kompetensi, dan cendekiawan, semua itu untuk apa?” tanya
Syafe’i. “Tentunya untuk dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi
seseorang dengan misi kepemimpinan yang dapat bermanfaat bagi sesama. Bermanfaat
dengan karya-karya. Karya yang dihasilkan melalui transformasi sehingga diri
ini bertumbuh dan berkembang dalam mengambil hikmah dalam setiap aktivitas
keseharian”, Tutupnya. (ZN)