menhir bawah parik koto tinggi maek |
Limapuluh Kota,- Sisa sisa peradaban tempo dulu di Limapuluh Kota masih tampak berdiri di beberapa Nagari yang ada di daerah ini. Seperti halnya batu menhir. Batu yang memiliki beragm bentuk tapi tujuannya sama. Bentuk menyesuaikan dengan perkembangan pengetahuan atau peradaban pada masa itu. Makin berbentuk seni makin muda usia menhir tersebut.
Seperti di Kenagarian Maek Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Limapuluh Kota ada beberapa hamparan menhir yang sudah di pagar dan pakai papan merk Balai Cagar Budaya. Masyarakat Nagari Maek menyebut menhir dengan batu mejan/batu nisan. Hal itu tidak lepas dari asal usul batu menhir yang merupakan tanda kuburan.
Setiap kuburan dulunya ada batu ditanam. Dan arah puncak batu tersebut disamakan ke arah bukit atau gunung. Karena kepercayaan masa itu masih animisme yang menganggap setiap orang yang sudah meninggal rohnya akan bersemayam di tempat yang tinggi. Dan juga keberadaan bentuk menhir ini menandakan kebesaran orang yang di makamkan di bawah batu tersebut.
Kalau yang meninggal orang dihormati atau bangsawan masa itu, batu menhirnya ada dua. Dan dipasang menempel. Itu menandakan ada 2 orang yang berkubur disana. 1 orang sang tuan dan satu lagi sang pendamping alias pembatu. Konon masa itu jika seorang petinggi meninggal maka pembantunya akan ikut dikubur hidup hidup bersama tuannya. Karena masa itu ada kepercayaan sang pembantu akan mendampingi tuannya tersebut sampai ke Sorga (Nirwana)
Hal ini dibuktikan oleh beberap ahli yang meneliti menhir tersebut. Yang dua batunya ada dua kerangka manusia. Satu berbaring lurus dan satu lagi dalam berbagai posisi. Ada yang duduk, miring,atau telungkup. Tergantung posisi saat sang pembantu dimasukkan kelobang dan ditimbun.
Selain di beberapa titik yang sudah masuk area cagar budaya, di Nagari Maek ini menhir juga ada di dekat rumah rumah warga. Dulu sebelum pemerintah melalui dinas cagar budaya mengamankan sisa sisa kejayaan masa lalu tersebut,sudah banyak batunya di pecah buat pondasi. Karena Batu menhir sangat keras. Dan juga karena masyarakat tidak menganggap penting batu menhir tersebut di pertahankan awalnya.
Hal ini diceritakan Anwar Dt Siri salah seorang Niniak Mamak Nagari Maek dari Suku domo kepada penulis saat singgah di warung nasi Panorama Angin Berembus yang berada sebelum masuk perkampungan Nagari Maek. Nagari Maek sendiri berjarak sekitar 55 km dari pusat Kota Payakumbuh. Jika dengan kendaraan bermotor bisa di tempuh sekitar 2 jam perjalanan. Karena jalan yang berliku dengan tanjakan dan turunan menyisir lereng bukit barisan.
menhir balai balai batu jorong koto godang nagari maek |
Menurut Dt Siri, Salah satu menhir yang ada di Nagari Maek tepatnya di jorong Koto Gadang merupakan tempat berkumpul para Niniak Mamak Tempo dulu. Para petinggi adat ini duduk beralas batu. Sehingga dinamakan Bala balai batu. Disini empat Niniak Mamak pucuk pimpinan nagari mengadakan rapat. Terutama saat negeri ditimpa musibah. Sayang batu alas duduk tersebut saat ini berada di negeri Belanda.
Sekarang komplek menhir yang ada di Limapuluh Kota dimanfaatkan buat kunjungan wisata. Bai wisata edukasi maupun wisata umum. Ada beberapa Nagari yang memiliki komplek menhir tersebut. Seperti balubuih, Guguak, dan Nagari Maek. Selain nagari tersebut di Luak Limopuluah juga ada menhir menhir peninggalan zaman purbakala tersebut. Namun belum di kelola betul untuk tujuan pariwisata. (*)