Kabut hitam menyelimuti Kabupaten Limapuluh Kota. Daerah yang awalnya sesumbar ingin zero corona, rapuh seketika saat 5 warganya terpapar pandemi itu beberapa hari lalu. Muaranya dari klaster Payakumbuh.
Sebelum lima orang anak nagari Limapuluh Kota dinyatakan positif corona, terjadi misinformasi yang sulit diterima publik. Kuat diduga, sampel yang diminta FK Unand tak dikirim-kirim, padahal ini penting.
DPRD Limapuluh Kota menyoroti hal itu, para pegiat dan aktivis juga tak kalah suara. Ini bukan politik, diluar itu, persoalan kemanusiaan. Kalau masukan dianggap berpolitik terlalu murah harga Pilkada Limapuluh Kota.
Belakangan, Dinas Kesehatan Limapuluh Kota memberi jawaban. Ditegaskan, sampel yang diminta dari 100 itu, belum bisa terpenuhi semuanya.
Sementara lebih dahuluan beredar kabar, sampel diduga sengaja tak dikirim, agar zero corona tetap di tangan. Ahai. Pokoknya Yamaha, selalu terdepan. Padahal, kalaupun ada yang positif, ini bukan aib.
"Ini bukan lomba 17 Agustusan, kawan, tapi tugas kemanusiaan," satire seorang sahabat ke japri WA saya. Saya pun tertawa, geli memang, tapi apa daya. Itu pula polanya.
Belum reda persoalan sampel menyampel test sweb yang diminta FK Unand, muncul persoalan kedua.
Yakni, perbedaan data dan rebutan komunikasi antara juru bicara Satgas Covid 19 Limapuluh Kota, dengan Wabup dan akhirnya dilerai Pemprov.
Jumlah kasus positif 5 orang. Wabup bilang juga begitu, 5 orang. Akhirnya Satgas konfrensi pers mandiri, barulah diumumkan 5 kasus terinfeksi.
baca juga: Singkirkan Ego, Saatnya Satukan Langkah Putus Rantai Penyebaran Covid-19 Di Luak Limopuluah
HARUS DITRACING
Begitu tahu ada warga wilkumnya positif corona, Kepala Kepolisian Resor 50 Kota Ajun Komisaris Besar Sri Wibowo, mendorong Dinas Kesehatan untuk melakukan test swab ke jejaring klaster itu.
Waktu berjalan, Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan dan Ketua DPRD Deni Asra, meminta kepada Pemkab untuk turun tangan melacak jejak para warga yang positif corona. Tracing.
Tidak ingin terjadi hal lebih buruk, Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan dan Ketua DPRD Deni Asra, meminta bantu ke Pemko Payakumbuh dan Pemprov Sumbar.
"Saya siap jadi tumbal, jika langkah ini dianggap tidak tepat," begitu Deni Asra, di sebuah grup WAG beberapa hari lalu. Agak merinding saya mendengar saat itu, tapi setelah dikaji-kaji, ada benarnya juga ungkapan Bung Deni Asra ini.
Oh ya, merefleksikan Pilpres 2019 lalu, saya dan bung Deni sejatinya bersimpang jalan. Beliau Ketua Gerindra yang total membela Prabowo, saya di seberangnya yang jelas-jelas menggerus suara Prabowo dan Sandiaga Uno.
Walau belakangan diajak senior pergerakan di Jakarta, saya dan pak Sandiaga berjumpa. Kami bicara industri 4.0. Bicara kreatifitas anak muda. Begitu juga dengan Waketum Gerindra, mas Arif Pouyono, kami kerap diskusi di warung kopi. Cair, secair Prabowo dan Jokowi.
Kembali ke persoalan penanganan corona di Limapuluh Kota, mengingatkan saya petuah mendiang mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid. Kata Gus Dur, "Yang Lebih Penting dari Politik adalah Kemanusiaan,"
Benar adanya, saat persoalan kemanusiaan di depan mata, sudahilah perbedaan politik sejenak saja. Saya sendiri, punya hubungan yang baik dengan Bupati Irfendi Arbi, juga Wabup Ferizal Ridwan.
Dua-duanya, mau maju Pilkada mendatang. Pilkada yang antah barantah itu, entah jadi digelar entah tidak. I dont care soal Pilkada, ini perihal kemanusiaan. Semua orang sibuk urus corona. Presiden Jokowi sudah siang malam bekerja, di daerah justru aneh-aneh saja.
ANIMO WARGA MANGGILANG
Selasa siang, 12 Mei 2020, beredar video warga Manggilang menggerutu. Mereka sudah baris berbaris untuk test swab. Ihwal ingin ditest ini, bermula karena seorang penduduk setempat, "Y", positif korona.
Sempat shalat berjamaah pula, duduk bersama juga. Siapa yang tak akan takut ditularinya. "Saya sengaja meminta Pemko Payakumbuh membantu kita, tadi mau ke sana, tapi Puskesmas tidak hadir, camat tidak juga, akhirnya batal," kata Wabup Ferizal.
Melihat video warga Manggilang, saya menilai, sejatinya animo masyarakat untuk sehat, sadar corona bahaya, itu sangat tinggi.
Sekarang begini saja, Pemkab tak perlu malu kalau kekurangan alat test, sampel atau apa namanya itu. Minta tolong ke Pemko, toh sudah dikabulkan.
Malah kata Wabup Ferizal, Kadis Kesehatan Limapuluh Kota dan Payakumbuh sudah saling koordinasi. Patah di tengah, entah siapa yang melarang.
Pemko Payakumbuh sendiri, juga tentu tidak akan lepas tangan dengan korona di Limapuluh Kota. Toh, sekalipun di Kotanya corona menurun, klaster penyebaran di Kabupaten bukan mustahil akan menulari lagi warga Kota. Ini penyakit, wabah.
Malah saya dapat data, kemarin saja utk tes sweb di RS Ahmad Darwis, kata Wabup, Limapuluh Kota dibantu stiknya dari Pemko, jadi kerjasama ini telah ada juga.
Saya curiga, sebenarnya , ada tidak keputusan Kepala Daerah tentang penerapan PSBB. "Begitu juga, anggaran Rp15 Miliar, sampai saat ini belum kunjung terealisasi. Tender beberapa alat pun, dikabarkan baru akan didatangkan barangnya Mei," kata Wabup Ferizal.
Ketua DPRD Deni Asra mengatakan, persoalan ini bencana alam. Bedanya ini bencana non alam, kalau soal bencana, ketika daerah kita tidak siap, wajar kita minta bantu dengan daerah lain. "Janganlah seperti kebakaran jenggot," kata Deni Asra.
Dia menyebut, jika Ketua DPRD dianggap salah bicara, Pemkab melalui Dinkes harusnya melengkapi semua kebutuhan penanganan covid-19.
"Apalagi dana kita ada 15 M.
Ini juga sebagai akibat lambatnya eksekusi dana tersebut, baru dibuat kontrak per tanggal 1 Mei dan itu kontraknya selama 25 hari," kata Deni Asra.
Sebagai warga dan anak nagari Limapuluh Kota, saya hanya tidak ingin penyebaran corona ini menggurita kemana-mana. Percayalah, kita semua bisa bekerja. Saat rakyat sudah baik-baik, pemimpin perlu juga bersurut-surut selangkah.
Selamat berbuka puasa, sehat selalu sepanjang masa. (*)
Muhammad Bayu Vesky
(Situjuah-12/05/2020)