Limapuluh Kota,-Hampir dua tahun terakhir ini, kwalitas udara disepanjang jalan Payakumbuh-Lintau, persisnya di Kecamatan Lareh Sago Halaban tidak lagi sehat seperti dulu kala. Ketika cuara cerah, debu-debu kecil berterbangan kian-kemari, masuk ke rumah-rumah hingga ke warung-warung warga disepanjang jalan di lereng Gunuang Sago tersebut.Pagi kaca jendela dirumah warga masih bersih, sore harinya sudah kotor oleh debu yang melekat.
Begitu juga, tak jarang, debu-debu tersebut hinggap pada dagangan di warung-warung warga setempat. Berpakaian masker untuk keluar rumah, bukan hal yang baru lagi bagi warga disana. Sejak buruk nya kwalitas udara di selatan Limapuluh Kota itu, warga Lareh Sago Halaban sudah memulai memakai masker untuk menutup hidung, menyaring debu jalanan, jauh-jauh hari sebelum virus Corona menyerang.
Mengelupasnya aspal pada jalan Payakumbuh-Lintau itu, menimbulkan debu yang luar biasa. Tak hanya ketika cuaca cerah saja, duka bagi warga disana. Melainkan setelah hujan turunpun malah menyiksa pengendara.
Jalan yang dulu beraspal mulus dan bagus, kini sudah berlobang dan bergelombang. Kondisi jalan Payakumbuh-Lintau itu, sangat-sangat rusak parah seperti kubangan. Rusaknya jalur transportasi sekaligus penghubung utama bagi warga Lareh Sago Halaban tersebut merupakan dampak dari melintasnya truk bertonase tinggi. Ada puluhan truk bermuatan batu pecah, hilir-mudik dijalan milik Pemprov Sumbar tersebut.
Tokoh masyarakat Lareh Sago Halaban, Rotman Ucok Silitonga turut prihatin dengan kondisi jalan dikampung halamannya itu. “Sejak jalan dilindas truk bertonase tinggi dan melebihi beban muatan jalan, malahan jalan jadi rusak parah. Setiap hari, kami harus berperang melawan debu untuk bisa bernafas,”terang Ucok pada Minggu (7/6) siang.
Baca Juga: Sah, Senin 8 Juni 2020 Sumbar Terapkan Tatanan Normal Baru Produktif Aman Covid-19
Dijelaskannya, Jalan Payakumbuh-Lintau itu merupakan jalan kelas III atau jalan kolektor. Berdasarkan Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, jalan tersebut hanya boleh dilewati oleh kendaraan bermuatan maksimal 8 ton. “Artinya, kendaraan yang boleh melintas adalah kendaraan dengan muatan maksimal 24 ton. Tetapi, kondisi dilapangan kendaraan yang melintas bermuatan sampai 40 ton terutama truk pengangkut batu pecah. Ini yang penyebab rusaknya jalan, muatan truk melebisi tonase. Dan Jalan Payakumbuh-Lintau ini, bukan lintasan bagi truk-truk yang masih hilir mudik sampai hari ini,”tegas Ucok.
Selain menimbulkan debu hingga mengelupasnya aspal dan bergelombang jalan, akses Payakumbuh-Lintau tersebut sangat rawan terhadap kecelakaan. “Hampir tiap hari terjadi kecelakaan, ini dampak yang sangat serius. Ada ribuan masyarakat yang memanfaatkan jalan ini setiap harinya,”katanya lagi.
Ketua LSM Lidik Krimsus Payakumbuh/50 Kota itu menilai, ada pembiaran oleh penegak hukum terhadap operasional kendaraan melebihi tonase tersebut. “Sesuai dengan Undang-Undang Lalulintas, pelanggaran ini ada unsur pidana, kurungan dan denda. Ini sudah terjadi sejak dua tahun ini,”terangnya Ucok lagi.
Karena itu, Ketua LSM Lidik Krimsus tersebut berharap agar penegak hukum serta Pemprov Sumbar untuk serius menghentikan hilir-mudiknya truk melebihi tonase tersebut. (tim/bw)
Baca Juga: Masyarakat Taram Tolak BLT Dana Desa