JAKARTA – Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Kabupaten Luwu Utara masih melakukan upaya penanganan
darurat di lapangan. Pascabanjir, bupati setempat menetapkan status
tanggap darurat selama 30 hari, terhitung dari 14 Juli hingga 12 Agustus
2020.
BPBD dan instansi terkait
lain terus melakukan upaya penanganan darurat, seperti penanganan para
penyintas dan pendataan di lapangan. Mengoptimalkan penanganan darurat
pascabencana, pemerintah daerah setempat mengaktifkan pos komando yang
berada di Kantor BPBD Kabupaten Luwu Utara. Salah satu operasi darurat
yang menjadi prioritas yakni pencarian dan evakuasi korban yang masih
hilang.
Baca Juga: Bank Nagari Buka Loker
Kebutuhan mendesak yang
diperlukan untuk pemenuhan dasar para penyintas antara lain suplai air
bersih, obat-obatan, kebutuhan balita (susu dan popok), popok lansia,
pakaian dalam wanita, selimut dan sarung serta peralatan pembersih
rumah.
Sebelumnya diinformasikan
mengenai padamnya listrik, infrastruktur ini telah kembali normal.
Namun, beberapa titik masih terjadi pemadaman. Fasilitas air dari PDAM
setempat masih belum dapat beroperasi.
Tim
Reaksi Cepat (TRC) BNPB melaporkan per hari ini, Kamis (16/7), 15 orang
masih dalam pencaharian, sedangkan korban meninggal berjumlah 30 orang.
Sehari sebelumnya (15/7) sebanyak 539 personel gabungan SAR mencari dan
mengevakuasi warga yang hanyut akibat derasnya banjir. Kejadian ini
mengakibatkan puluhan orang dirawat di sejumlah rumah sakit dan
puskesmas. Lebih dari 3.500 keluarga mengungsi.
Sebanyak
3.627 KK atau 14.483 jiwa mengungsi di tiga kecamatan. Mereka tersebar
di pengungsian di Kecamatan Sabbang, Baebunta dan Massamba.
Sementara
itu, kerugian material sementara tercatat 10 unit rumah hanyut dan 213
lain tertimbun pasir yang bercampur lumpur. Sedangkan infrastruktur
publik, satu kantor koramil terendam air dan lumpur setinggi 1 meter.
Selain itu, jembatan antar desa terputus dan jalan lintas provinsi
tertimbun lumpur antara 1 hingga 4 meter. Beberapa akses jalan putus
karena terendam lumpur tebal, sedangkan lahan pertanian yang rusak masih
dalam proses pendataan.
Alat berat telah diturunkan untuk pembersihan material lumpur di jalan trans Sulawesi Selatan – Sulawesi Tengah.
Banjir
bandang yang terjadi pada Senin lalu (13/7) berdampak di enam kecamatan
yaitu Kecamatan Masamba, Sabbang, Baebunta, Baebunta Selatan, Malangke
dan Malangke Barat.
Analisis Kejadian
Hasil
analisis sementara Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan
Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat dua
faktor penyebab banjir bandang Luwu Utara, yakni alam dan manusia.
Curah
hujan dengan intensitas tinggi di daerah aliran sungai (DAS) Balease
menjadi salah satu pemicu banjir bandang tersebut. Termonitor curah
hujan lebih dari 100 mm per hari serta kemiringan lereng di bagian hulu
DAS Balease sangat curam. Desa Balebo yang dilewati DAS ini berada pada
kemiringan lebih dari 45 persen.
Selain
faktor cuaca, kondisi tanah berkontribusi terhadap terjadinya luncuran
material air dan lumpur. Jenis tanah distropepts atau inceptisols
memiliki karakteristik tanah dan batuan di lereng yang curam mudah
longsor, yang selanjutnya membentuk bending alami atau tidak stabil.
Kondisi ini mudah jebol apabila ada akumulasi debit air tinggi.
Faktor
alam yang terakhir bahwa DTA banjir di Desa Balebo, Kecamatan Masamba
berada pada kategori banjir limpasan tinggi sampai ekstrem, sedangkan
DTA banjir di Desa Radda Kecamatan Baebunta dan Desa Malangke Kecamatan
Malangke sebagian besar berada pada kategori banjir genangan tinggi.
Sedangkan
faktor manusia, terpantau di lokasi adanya pembukaan lahan di daerah
hulu DAS Balease dan penggunaan lahan massif perkebunan kelapa sawit.
Terkait dengan pembukaan lahan ini, salah satu rekomendasi dari KLHK
yakni pemulihan lahan terbuka di daerah hulu.
Raditya Jati
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB