Oleh: Yulfian Azrial
Budayawan,
Kolumnis, Pejuang ABS-SBK
"SEBAGAI salah seorang yang pertama menggulirkan wacana gagasan
"Baliak Banagari"di tahun 1990-an silam (waktu itu beberapa kali saya
tulis di Skh. Singgalang yang kemudian direspon banyak pihak sehingga bergulir
menjadi polemik konstruktif-pen), menurut Mak Yum apa pangka bala (sumber utama
malapetaka atau yang menyebabkan) gagalnya agenda Baliak Banagari yang telah
dijalankan sejak tahun 2000?" tanya seorang peserta seminar nasional
tentang Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah di Museum Adityawarman
Padang, tahun 2016 lalu.
"Pertama saya luruskan dulu.
Menurut saya, Gerakan Baliak Banagari tidak sepenuhnya gagal. Setidaknya telah
membangunkan kesadaran sejumlah anak Minangkabau dari tidur panjangnya, tentang
adanya suatu warisan yang sangat mahal, berupa software-software mumpuni untuk
menyikapi persoalan kehidupan. Bahkan di beberapa nagari gerakan ini telah
dijadikan momentum untuk recovery, bangkit dari keterpurukan kualitas peradaban
akibat menjadi korban sistem jahiliyah SEPILIS (sekuleris, pluralis, liberalis,
dan komunis)," jawab saya ketika itu.
Tapi saya mengakui kalau secara umum,
gerakan Kembali ke Nagari (kalau istilah saya Baliak Banagari) sejak awalnya
memang telah sangat fatal, terutama karena 'indak di barih makan paek, indak
nan baukua nan bakabuang. Sabab dek karuak indak sahabih gauang, awai indak
sahabih raso, banyak paham nan indak langsuang, lari dari mukasuiknyo.......'
IBARAT LOKOMOTIF YANG TELAH KE LUAR
DARI RELNYA.
Jadi ibarat lokomotif yang membawa
gerbong, bahwa sejak awalnya secara umum memang telah ke luar dari rel-nya.
Bisa jadi mungkin karena eforia dan grasa-grusu, dan juga mungkin akibat para
penentu kebijakan belum memahami konsep idealnya, sehingga lebih terpengaruh
format yang ditawarkan dalam kajian akademis pihak tertentu yang juga mungkin
kajiannya jauh daripada matang, serta juga giringan kepentingan politik pihak
tertentu, ketimbang mengembalikan pondasi gerakan baliak banagari itu sesuai
aslinya sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
Padahal yang punya payung hukum untuk
ini adalah tatanan asli dari masyarakat hukum adat yang diwariskan secara turun
temurun. Bukan tatanan bentuk baru yang dibuat-buat sebagaimana tertuang dalam
Perda Propinsi Sumatera Barat sejak Perda No 09 Tahun 2000 sampai dengan Perda
yang terakhir terkait nagari. Karena boleh dikatakan, bahwa sesungguhnya
Gerakan Baliak Banagari ini sejatinya adalah untuk menjalankan amanat UUD 1945 khususnya Pasal 18.
MARI AKTIFKAN LIMBAGO USOLI DI SETIAP
NAGARI
Maka menurut saya, kalau kita
masyarakat Minangkabau benar-benar ingin mengembalikan kedaulatan dan
kemakmurannya di segala bidang dengan melakukan Gerakan Baliak Banagari itu, .
kunci dari suksesnya adalah adanya kemuan serius untuk melakukan upaya
mambaliakkan siriah ka gagangnyo, mamulangkan pinang ka tampuaknyo. Artinya harus ada upaya serius untuk
mengembalikan rel atau pondasinya pada rel atau pondasinya yang paling pas,
yaitu LIMBAGO USOLI yang telah ada di
setiap nagari secara balanggo-langgi di dalam kehidupan bernagari hingga ke
tingkat Alam Minangkabau.
KENAPA? Karena nenek moyang kita
telah mewariskan sistem yang sangat luar biasa, sistem yang dengan
software-softwarenya telah teruji berabad-abad lamanya dan tentu akan dapat
menjawab tantangan zaman secara efektif. Sebab Limbago Usali juga adalah
potensi Social Capital yang dibangun atas dasar muatan kejujuran (honesty) dan
berkeadilan (equty) yang sangat kental.....
Maka sebagai jawaban dari inti
pertanyaan peserta seminar di atas, menurut saya, bahwa pangka bala (sumber
utama malapetaka atau yang menyebabkan) gagalnya agenda Baliak Banagari yang
telah dijalankan sejak tahun 2000 itu adalah, karena kita belum mengembalikan el
atau rpondasinya pada LIMBAGO USALI.
Akibatnya UNTUAK INDAK DIAMBIAK DEK
NAN BERHAK, BOKEH INDAK DIHUNI DEK NAN PATUIK, sehingga kebijakan yang
dilahirkan akan tetap cacat dan lemah, karena TIDAK DIRUMUSKAN SECARA BERADAT ;
dalam arti tidak dirumuskan oleh pihak yang punya legitimasi kuat dalam
kehidupan masyarakat adat.
Karena itu, bila kita ingin kehidupan
bernagari kita benar-benar bermakna dan berarti, sehingga terwujudnya kembali
kehidupan yang berkedaulatan dan berkemakmuran dari masyarakat ABS-SBK, maka MARI EFEKTIFKAN LAGI LIMBAGO NAN USALI
DI SETIAP NAGARI...!
Yulfian
Azrial adalah Budayawan,
Kolumnis, Pejuang ABS-SBK, Kepala Balai Kajian Konsultansi dan Pemberdayaan
(BKKP) Nagari Adat Alam Minangkabau.