Menangkal Radikalisme Lewat Literasi Digital, Ini Kuncinya



Pasaman Barat
- Pembahasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologimembawa pengaruh besar terhadap dinamika perubahan. Serangan radikalisme,terorisme dan saparatisme,  salah satunya adalah sebagai panggungpropaganda. 

Hal itu disampaikan Mita Fitria, Dosen dan Ketua STAI YAPTIP Pasaman Barat saat menjadi narasumber webinar Kominfo RI, Sabtu (28/8/2021).

"Sebagai Negara yang sedang berkembang, jumlah pengguna internet diIndonesia ternyata pada tahun 2016 mencapai 132,7 juta orang. Tahun2020 meningkat menjadi 196,71 juta pengguna. Halini menumbuhkan peluang bagi kelompok radikalisme, terorisme dan saparatismeuntuk melakukan propaganda," katanya.

Literasi digital, kata Mita, menjadi solusi untuk meningkatkan pertahanan diri masyarakat terhadap terpaan propaganda radikalisme, teroisme dan saparatisme melalui media internet.

"Kompetensidigital yang baik, tentunya masyarakat harus memiliki kemampuan literasi digitalyang baik pula. Dapat dikatakan bahwa penguasaanliterasi digital memiliki tingkat kepentingan yang sama dengan penguasaankemampuan membaca, menulis dan berhitung," ujarnya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) pada sembilan kota di Indonesia, kata Mita, diketahui bahwa gerakan literasi digital di Indonesia masih dilakukan secara sukarela.

"Insidental dan sporadis karena belum ada sinergi antar pelaku gerakan. Selain itu, gerakan lebih didominasi oleh perguruan tinggi dengan metode sosialisasi dan ceramah yang membidik generasi muda," pungkasnya.

Webinar itu juga diisi oleh sederet narasumber seperti Hilbram Dunar (Founder & Chief Product Officer Threespeakers), Indra Kusuma (Senior Software Engineer at Unicorn StartUp), dan Efri Syahputra, (Kepala SMAN 1 Sungai Aur) serta Key Opinion Leader oleh Priscilla Gita seorang influencer. [*]