Wahyudi Thamrin

KKN Di Nagari Sungai Puar, Mahasiswa Unand Lakukan Survey Dan Perencanaan pembangunan Wisata


Agam, Kelompok Mahasiswa KKN UNAND yang ditugaskan di Nagari Sungai Puar, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat bersama Dr. Juniarti, SP., MP. selaku Dosen Pembimbing Lapangan melihat banyaknya potensi destinasi wisata yang selama ini tersembunyi.

Nagari Sungai Puar terletak di Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Kondisi geografis nagari Sungai Puar cukup bervariasi terdiri dari dataran tinggi, dan perbukitan dengan ketinggian 700 sampai 900 mdpl. Luas nagari Sungai Puar 2.715 ha, atau 4.019 km persegi atau 11,59% dari luas wilayah Kecamatan Palembayan, yang berbatasan dengan:

- Sebelah Utara, berbatas dengan Kecamatan Palupuh;

- Sebelah Selatan, berbatas dengan Kecamatan Tanjung Raya;

- Sebelah Timur, berbatas dengan nagari Baringin Kecamatan Palembayan;

- Sebelah Barat, berbatas dengan nagari Ampek Koto Palembayan Kecamatan Palembayan.

Berdasarkan pembagian lokasi geografisnya dan luas nagari Sungai Puar terbagi menjadi 3 (tiga) jorong, yakni:

- Jorong Sungai Pua, seluas 1.350 ha atau 13,5 km persegi;

- Jorong Muaro Palintangan, seluas 890 ha, atau 8,9 km persegi;

- Jorong Data, seluas 475 ha, atau 4,75 km persegi

Mahasiswa KKN UNAND yang dibimbing oleh Dr. Juniarti, SP., MP. dalam pelaksanaan program kerjanya bergerak di bidang pendidikan, pertanian, peternakan, kesehatan, IPTEK, UMKM, dan salah satunya adalah pariwisata. Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh nagari Sungai Puar memiliki daya tarik khusus yang dapat dijadikan tempat destinasi objek pariwisata. Hal tersebut telah menjadi salah satu RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Nagari Sungai Puar dalam membangun objek destinasi pariwisata yang dapat menjadi keuntungan buat Nagari Sungai Puar dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk dikelola oleh masyarakat nagari Sungai Puar. Terdapat beberapa potensi destinasi pariwisata di Nagari Sungai Puar, antara lain:

1. Air Terjun Sarasah

Air terjun sarasah merupakan air terjun alami dengan ketinggian sekitar lebih kurang 30 m yang terletak di arah selatan dari jorong Sungai Puar Nagari Sungai Puar, Kecamatan Palembayan. Sarasah diambil dari bahasa Minang yang berarti kumpulan air yang jatuh. Masyarakat nagari Sungai Puar menyebutnya aia tajun sarasah. Air terjun sarasah dulunya merupakan kampung yang dihuni oleh masyarakat nagari Sungai Puar yang dijadikan sebagai tempat pengairan sawah sekitaran air terjun Sarasah sampai jorong Sungai Puar Nagari Sungai Puar, tetapi saat ini air terjun sarasah dijadikan masyarakat nagari Sungai Puar sebagai tempat pemandian. 

Mahasiswa KKN UNAND Nagari Sungai Puar melihat adanya potensi bahwa air terjun sarasah bisa dijadikan tempat destinasi wisata pemandiaan umum dengan melakukan pembangunan baik dari segi akses jalan menuju air terjun sarasah hingga sarana prasana yang dibutuhkan. Selain itu, Mahasiswa KKN UNAND dalam rancangan program kerjanya merencanakan melakukan penanaman bibit bungai bangkai. Penanaman bibit bungai bangkai tersebut dilakukan sebagai daya tarik wisata yang khas dimiliki oleh air terjun sarasah.

2. Kolam Mondak

Kolam Mondak merupakan tempat peninggalan Belanda pada masa kolonialisme. Pihak Belanda menamainya “mandaag” yang diambil dari bahasa Belanda yang artinya hari senin karena pada saat itu para Raja-Raja Belanda mandi pada setiap hari senin, selain itu kolam dijadikan sebagai irigasi pengairan sawah. Kolam mondak terletak di barat laut dari jorong Sungai Puar yang letaknya strategis karena di pinggir jalan lintas. 

Kolam mondak memiliki lebar kurang lebih 30 m dengan ketinggian air 1,5 m. Sumber air kolam mondak bersumber dari mata air yang jernih dan tak pernah kering walaupun di musim kemarau. Dengan kejernihan yang dimiliki kolam mondak tersebut masyarakat nagari Sungai Puar menjadikan kolam mondak sebagai tempat pemandian.

Mahasiswa KKN UNAND Nagari Sungai Puar melakukan perancangan yaitu menjadikan kolam mondak sebagai destinasi wisata waterboom mini dan perencanaan yaitu penanaman bibit bunga bangkai sebagai daya tarik masyarakat. Menurut Mahasiswa KKN UNAND Nagari Sungai Puar, untuk menjadikan kolam mondak sebagai destinasi wisata waterboom mini perlu adanya perencanaan pembangunan yang mendukung dalam membangun kolam mondak baik dari segi akses jalan hingga sarana prasana.

3. Pusaro Lakuang

Pusaro lakuang merupakan tanah wakaf yang dijadikan sebagai tempat pemakamam umum yang terletak di barat daya dari jorong Sungai Puar. Pusaro lakuang berasal dari bahasa Minang, yaitu “Pusaro” yang artinya kuburan dan “Lakuang” yang artinya cekung, dapat diartikan bahwa pusaro lakuang adalah kuburan cekung. Puasro lakuang diambil dari kata bahasa Minang karena dataran permukaan tanah sekitarnya membentuk seperti cekungan. 

Karena bentuk permukaan tanah kuburan di sekitarannya cekung, masyarakat jorong Sungai Puar telah melakukan upaya berbagai cara untuk meratakan tanah kuburan tersebut agar menjadi rata hingga melakukan penimbunan tanah, tetapi lambat laun tanah tersebut turun hingga kembali ke asalnya yang cekung. 

Menurut masyarakat jorong Sungai Puar, bahwa Pusaro lakuang sudah ada sejak abad ke-18 yang dikatakan asal muasal adanya pusaro lakuang yakni karena ada seorang musafir yang sedang melakukan perjalanan jauh dengan membawa sebuah tas terbuat dari anyaman rotan yang berisi sebuah batu yang berbentuk seperti batu nisan. Seorang musafir tersebut merupakan pria lanjut usia yang memiliki ilmu tinggi yang telah meramalkan dirinya bahwa ia akan tinggal menetap dan menutup usianya di jorong Sungai Puar. Sebelum ia wafat, musafir tersebut mewasiatkan kepada orang terdekatnya yang ada di jorong Sungai Puar bahwa jika ia meninggal harus dipasangkan batu nisan yang telah dibawa olehnya. 

Hal tersebut membuat masyarakat dulu mempercayai bahwa pusaro lakuang merupakan tempat kramat hingga menjadi tempat seseorang mempersembahkan nazarnya seperti menyimpan uang, hewan ternak, dan seperti persembahan lainnya di kuburan seorang musafir tersebut. Saat ini pusaro lakuang dijadikan sebagai tempat pemakaman umum dan dipercaya oleh masyarakat jorong Sungai Puar bahwa pusaro lakuang tersebut akan berbunyi seperti gemuruh yang kencang jika melanda dan menandakan adanya malapetaka yang akan & sedang terjadi yang menimpa nagari. 

Dengan demikian, Mahasiswa KKN UNAND Sungai Puar melihat bahwa pusaro lakuang memiliki potensi wisata cagar budaya yang harus dijaga & dilestarikan dan dapat dijadikan sebagai destinasi wisata karena memiliki sejarah yang unik. Namun sangat disayangkan bahwa pusaro lakuang saat ini tidak terawat dengan baik.

4. Pancuran Tujuah

Pincuran tujuah merupakan tempat pemandian umum yang terletak di Timur dari jorong Sungai Puar. Pincuran tujuah diambil dari bahasa Minang yang artinya pancuran tujuh karena terdapat 7 (tujuh) buah pancuran air. Pincuran tujuah tersebut dipisah menjadi 2 (dua) tempat pemandian yakni 4 (empat) pancuran di tempat pemandian perempuan dan 3 (tiga) di tempat pemandian laki-laki. 

Pincuran tujuah bersumber dari mata air yang sangat jernih hingga telah dilakukan riset oleh tenaga kesehatan bahwa air di pincuran tujuah tersebuh layak diminum langsung. Pincuran tujuah pada saat itu luas dan memiliki fasilitas yang layak. 

Tetapi sayangnya pincuran tujuah sudah 3 (tiga) kali terkena longsor karena letaknya di bawah tebing yang berpotensi longsor. Hal tersebut membuat pincuran tujuah menjadi salah satu potensi objek wisata tempat pemandian umum yang perlu dijaga dan dilestarikan karena memiliki sejarah yang penting bagi masyarakat nagari Sungai Puar.

5. Rajang & Sungai Batang Sianok

Rajang berasal dari bahasa minang yang artinya jembatan gantung. Rajang terletak di timur jorong Muaro Palintangan dari jorong Sungai Puar. Rajang merupakan jembatan penghubung antara daerah jorong Muaro Palintangan dengan daerah jorong Muaro Palintangan lainnya yang berdiri pada abad ke-18. Rajang dulunya terbuat dari kayu bambu dengan lebar 1 m, kini dengan adanya pembaharuan Rajang buat dari plat besi dengan lebar 2 m. Di bawah jembatan gantung (rajang) terdapat sebuah sungai batang sianok yang airnya deras. 

Aliran sungai batang sianok bersumber dari gunung Singgalang. Hal tersebut membuat Mahasiswa KKN UNAND Nagari Sungai Puar melihat adanya potensi destinasi wisata yang dapat dibangun seperti penanaman bibit bunga bangkai di sekitaran rajang (jembatan gantung) yang menjadi daya tarik wisata dan menjadikan sungai arus deras batang sianok menjadi destinasi wisata arum jeram.

6. Bateh Gadang

Bateh Gadang diambil dari bahasa Minang yang artinya batas besar. Bateh gadang merupakan dataran tinggi yang menjadi pembatas antara nagari sungai puar dengan nagari Beringin yang terletak di barat jorong Data dari jorong Sungai Puar. Menurut Wali Nagari Sungai Puar, Yulifsonneri, A.Md., bahwa Bateh Gadang dapat dijadikan destinasi pariwisata spot pemandangan dan tempat paralayang. Karena view bateh gadang mengarah ke arah danau Maninjau yang dipercaya bahwa view pemandangandari Bateh Gadang lebih bagus dari Puncak Lawang. Namun sayangnya terdapat kendala dalam perizinan melakukan pembangunan karena daerah Bateh Gadang merupakan cagar alam

Berdasarkan macam-macam potensi destinasi pariwisata yang telah disebutkan di atas, Mahasiswa KKN UNAND Nagari Sungai Puar telah melakukan survey dan perencanaan bahwa perlunya memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki untuk dikelola oleh nagari Sungai Puar agar menjadi keuntungan untuk nagari. Selain itu, menurut Mahasiswa KKN UNAND Nagari Sungai Puar perlu adanya perhatian dari pemerintah daerah dalam membantu menunjang pembangunan destinasi pariwasata yang terdapat di Nagari Sungai Puar.

Penulis: Arif Rahman Syakbana (Mahasiswa KKN UNAND)