“Cuitt…Cuittt..Cuitt…” Kicauan itulah yang selalu terdengar di pagi hari saat matahari mulai terbit. Terdengar tetesan embun pagi dari sentuhan dedaunan pohon zaitun, desiran hangat padang pasir yang saling berterbangan terbawa angin sore. Suara langkah kaki kedelai dan domba yang siap dibawa oleh pengembala menuju padang rumput. Kini, suara-suara itu tak terdengar lagi. Kini hanyalah jeritan manusia yang terdengar. Andai tumbuhan dan hewan tersebut dapat berbicara, pastilah suara mereka terdengar sangat lantang meronta kesakitan. “Allahuakbar!! Allahuakbar!!” Kata-kata itulah yang selalu dilontarkan penduduk Palestina, terkhusus bagian Gaza Utara saat mendapat serangan bom dari Israel. Hingga kini, terhitung sejak 14 oktober 2023 serangan itu tak memandang terang atau gelapnya hari. Tak memandang usia dan siapa yang ia genjati.
Bagaikan musim gugur, daun-daun yang selalu berjatuhan dari pohonnya, Palestina bak pohon yang berguguran nyawa akibat serangan dari Israel. Menurut Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS), hingga hari ke-47 perang, yakni 22 November 2023, jumlah total korban jiwa Palestina mencapai 14.758 orang. Namun, bagaimanapula dengan nasib hewan dan tumbuhan yang tumbuh dan berkembang menempati wilayah Palestina?
Tak bisa dipungkiri, kondisi geografis palestina sangat unik. Palestina merupakan negara Timur Tengah antara Laut Tengah dan Sungai Yordania. Terletak di lokasi yang strategis, di antara Mesir, Suriah dan Jazirah Arab, wilayah ini mempunyai sejarah yang panjang. Tak hanya sejarahnya yang panjang, Palestina juga memiliki keanekaragaman hayati yang unik dan autentik. Keindahan alam Palestina terbentang luas dengan hamparan bukit-bukit dan barisan gunung-gunung kecil, sungai-sungai, danau dan oase yang tersebar pada barisan timur tengah. Palestina beriklim subtropik unik terutama bagian lautnya di dataran rendah (Al-Manthiqat Al-Sahiliyah). Unik karena area itu yang paling hangat di musim dingin dan paling dingin di musim panas.
Dengan kondisi alam yang begitu beragam, tak heran ada sekitar 51.000 spesies flora dan fauna hidup di Palestina negeri bersejarah, yang masuk kedalam tiga persen dari keanekaragaman hayati global dan termasuk spesies yang terancam punah keberadaanya. PCBS (Palestinian Central Bureau of Statistics) mengatakan ada sekitar 30.848 spesies hewan, yang terdiri dari sekitar 30.000 invertebrata, 373 burung, 297 ikan, 92 mamalia, 81 reptil, dan 5 amfibi. Menurut statistik ada sekitar 2.750 spesies tumbuhan di Palestina bersejarah, 261 di antaranya endemik Palestina dan 53 khusus Palestina. Namun sayangnya, pada wilayah kependudukan, terdapat sekitar 2.076 spesies tumbuhan, 90 spesies terancam punah dan 636 spesies tercatat sangat langka.
Diantaranya banyak dari kelompok hewan yang mendominasi spesies endemik dari palestina. Diantaranya ada kambing gunung (Nubian ibex), mamalia hiraks batu (Procavia capensis), landak gurun (Paraechinus aethiopicus), dan berbagai spesies dari berbagai jenis taksa lainnya. Salah satu hewan bersejarah adalah kijang gunung, yang dikenal sebagai Gazella (Arabian Oryx) Menurut survei pada akhir tahun 2020, setidaknya terdapat seribu kijang gunung di cagar alam seluas 13.288 hektar di dekat perbatasan Suriah. Kawasan tersebut dinayatakan sebagai kawasan lindung melalui keputusan presiden tahun 2019. Kepunahan kijang gunung disebabkan karena perburuan oleh manusia dan perambahan habitat yang membuat jumlah kijang gunung menurun. Saat ini status keberadaan kijang gunung adalah rentan. Padahal, kijang sudah hidup sejak zaman Romawi dan muncul dalam mosaik Romawi.
Tidak hanya pesona fauna saja, namun Palestina juga terkenal akan tumbuhan gurunnya. Tumbuhan Gurun, khususnya wilayah Gaza memiliki vegetasi yang sesuai dengan kondisi gurun, termasuk berbagai jenis tanaman adaptif yang tahan terhadap cuaca panas dan kekurangan udara. Salah satu tumbuhan yang paling menuai banyak manfaat adalah Pohon Zaitun. Meskipun secara eksklusif tidak bersifat endemik di Gaza, pohon zaitun memiliki keberadaan yang kuat di wilayah ini dan menjadi simbol penting dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan.
Selain itu, Palestina yang bersejarah sangat kaya akan flora dengan lebih dari 4.500 spesies. Tepi Barat sendiri memiliki lebih dari 1.600 spesies dan tercatat di kebun raya Palestine institute of biodiversity, terdapat lebih dari 400 spesies. Taman ini berfungsi sebagai kawasan konservasi in situ dan ex situ. Terdapat spesies endemik Palestina seperti gilboa iris (Iris haynei), oregano (Origanum dayei), Patikan (Satureja thymbrifolia), bunga delphinium (Delphinium ithaburense), dan beberapa spesies endemik lainnya.
Palestina, tanah suci yang kaya akan sejarah dan keindahan alamnya, telah lama menjadi tujuan utama bagi para peziarah muslim yang melakukan perjalanan umroh. Persebaran keanekaragaman hayati Palestina, meski dibatasi oleh geografi dan urbanisasi, tetap memiliki nilai ekologi dan budaya yang penting. Keindahan alam tersebut tentu dapat kita nikmati, asalkan kita turut menjaga dan melestarikannya. Namun, akankah keberadaan spesies-spesies tersebut tetap terjaga keberadaanya setelah kejamnya zionis melakukan pengeboman habis-habisan wilayah Palestina? akankah masih tertegak hamparan pohon zaitun yang hijau nan luas? Atau masih terdengarkah bunyi kicauan burung di pagi hari?
Tidak ada yang tahu kapan konflik ini akan berakhir. Namun, harapan dan doa ini selalu mengalir agar saudara kita di Palestina dapat merasakan kembali hembusan angin sejuk dari pepohonan, tanpa merasa khawatir. Jika hal ini terus terjadi tiada henti, lambat laun zionis Israel akan menghancurkan semua harta karun dan kekayaan alam yang dimiliki oleh tanah suci Palestina. Konflik Israel-Palestina terus terjadi hingga sekarang menyebabkan kematian korban jiwa, perubahan lingkungan dan kerusakan lainnya, sehingga menghadirkan tantangan terhadap keberlanjutan dan pelestarian keanekaragaman hayati di wilayah ini. Lantas, apakah kita diam mati kutu, menyaksikan hancurnya harta karun tanah bersejarah oleh Israel?