Bukittinggi,- Politik uang dalam pelaksanaan pemilu sangat membahayakan dan mengancam jalannya demokrasi. Para Akademisi dari Fakultas Hukum Muhammadiyah Sumatera Barat Kampus II Bukittinggi terus gencarkan kampanye anti politik uang di pemilu 2024 ini.
Mulai dari menurunkan mahasiswa kelapangan untuk kawal jalannya pemilu yang bersih danb terbebas dari politik uang sampai mengadakan aksi damai di Pusat Kota Bukittinggi.
Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Kampus III (FH UM Sumbar) melaksanakan aksi damai dan deklarasi Kawal Pemilu Bersih 2024 anti politik uang. Aksi ini dimulai dengan long march dari Lokasi FH UM Sumbar menuju pelataran Jam Gadang sebagai titik kumpul untuk melakukan orasi kawal pemilu bersih. Aksi ini juga diikuti oleh beberapa organisasi kemahasiswaan kampus yang tersebar di Kota Bukittinggi, seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), BEM Universitas Mohammad Natsir, serta BEM ITB HAS Bukittinggi.
Dekan FH UM Sumbar Dr. Wendra Yunaldi yang juga ikut berjalan bersama rombongan mahasiswa, dalam orasinya menuturkan bahwa “Aksi damai kawal pemilu 2024 yang diinisiasi oleh Lembaga Kajian Hukum dan Korupsi (LuHak FH UM Sumbar) bertujuan untuk menjadikan Pemilu 2024 sebagai pintu masuk untuk menyaring kontestan pemilu yang bersih dari cengkraman politik uang, bermartabat secara teologis dan sosiologis, serta punya integritas yang sangat tinggi untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat.”
Dr. Wendra Yunaldi selanjutnya menekankan bahwa aksi damai dan deklarasi kawal pemilu bersih anti politik uang pemilu 2024 ini, merupakan salah satu bagian dari Rencana Tindak Lanjut/follow up tema Kampus Merdeka-Merdeka Belajar-Program Kawal Pemilu Bersih (KALIBER) yang dibentuk oleh FH UM Sumbar dibawah naungan LuHaK FH UM Sumbar.
“Aksi ini merupakan salah satu bentuk nyata dari proses kampanye program tersebut agar lebih masif dan menjadi role model bagi kampus-kampus lainnya, dan keterlibatan seluruh civitas akademika FH UM Sumbar dalam mengawal pemilu 2024 anti politik uang”, nukilnya.
Direktur LuHak FH UM Sumbar, Raju Moh Hazmi, dalam orasinya menyampaikan bahwa “(1) politik uang dalam pemilu memberangus pilar negara hukum dan demokrasi, (2) politik uang bahaya laten korupsi, (3) politik uang mencabik akar historis daulat rakyat, serta (4) politik uang adalah kultur yang melahirkan para cukong, demagog, dan para penghianat cita-cita kultus kemerdekaan dan reformasi.
Oleh karena itu, kita bisa lihat bahwa aksi dan gerakan ini murni berdiri di atas kesadaran dan keresahan kita sebagai masyarakat kampus (akademik) terhadap praktik culas politik uang yang kerap menyandera kita dalam pemilu. Pemilu sebagai kanal sirkulasi pemimpin kerap disandera dan diracuni oleh “tuba politik uang”. Sehingga, tidak mengherankan jika rahim pemilu acapkali melahirkan para pemimpin yang mengidap penyakit korup yang akut, banal, nir-etik, minim program dan irasional. Praktik inilah yang kemudian secara sistemik merusak “tubuh” bangsa ini.
Politik uang mengakibatkan pemilu gagal menjadi instrumen dalam melahirkan pejabat publik yang berintegritas. Dalam sistem proporsional terbuka, pemilu menjadi arena pertarungan kekuatan finansial dan popularitas personal semata. Relasi kuasa patronase bergumul dengan kultur pragmatisme yang justru semakin menambah runyamnya pemilu.
Oleh karena itu, memutus mata rantai politik uang adalah suatu keniscayaan. Ini adalah tanggung jawab moral, sosial, dan akademik dari masyarakat kampus untuk menyuarakannya”, tegasnya. Aksi ini juga menampilkan teatrikal dan pembacaan puisi pergerakan oleh Ridwan, salah satu mahasiswa FH UM Sumbar. Ridwan memulai teatrikalnya dengan mengatakan demokrasi telah mati yang disimbolisasi dengan penaburan Bunga diatas nisan yang bertuliskan kematian demokrasi. Ridwan dalam teatrikalnya ingin menunjukan bahwa kematian demokrasi sesungguhnya terjadi salah satunya oleh politik uang. Politik uang menjadi momok menakutkan bagi proses demokrasi (pemilu) karena kuasa uang telah membeli daulat rakyat, sehingga tidak heran jika pemilu gagal menjaring sosok pemimpin yang berintegritas.