Memilih pemimpin bukan sekedar gaya-gayaan atau ikut-ikutan. Memilih pemimpin harus seperti aktivis mahasiswa yang kritis dan tahu ke mana gerangan arah politik demokrasi dan masa depan bangsa ini dihadapkan secara tepat dan berkualitas.
Pemimpin harus bisa menawarkan visi demokrasi yang holistik dan berkarakter. Sebab salah dalam memilih pemimpin maka nasib bangsa ini akan dipertaruhkan, terseret jauh ke belakang.
Membaca visi-misi Capres Ganjar-Mahfud MD memberikan warna filsafat politik dan karakter tersendiri berupa kentalnya pemikiran yang diwariskan founding fathers kita, Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir, Tan Malaka.
Politik adalah sebuah seni mengelola kekuasaan yang bukan sekedar memenuhi watak politik hewani yang banal dan narsis, tetapi politik harus jelas dan tepat mendorong kolektivisme dan membawa kepada perubahan yang konkret dan berkualiats bagi masyarakat banyak.
Intisari Pemikiran Founding Fathers
Dalam sejarah politik yang konkret di Indonesia akan ditemukan spektrum pemikiran politik yang cukup berbeda antara kiri moderat dan kiri radikal. Kiri moderat diwakili oleh Bung Karno, Bung Hatta dan Bung Sjahrir, sedangkan kiri radikal diwakili oleh Tan Malaka. Di sini kiri bermakna melawan kekuasaan kolonial yang korup dan menerobos rintangan menuju masa depan.
Dengan ijtihad filsafat politiknya, Bung Karno misalnya menemukan sosialisme yang berkarakter Indonesia (Latif, 2021). Bung Karno berpendapat bahwa terdapat perbedaan karakter kapitalisme industrial yang menjadi objek kritik Karl Marx dan Engels di Eropa dengan kapitalisme di Indonesia yang masih bercorak pertanian. Bung Karno ketika turun ke bawah (Turbah) melihat desa Cigereleng, sebelah selatan kota Bandung bertemu dengan seorang petani mandiri yang mengolah alat produksinya untuk dirinya sendiri tetapi masih mengalami verelendung (pemelaratan-proletarisasi).
Ketika Bung Karno bertanya siapa namanya, petani itu menjawab Marhaen. Bung Karno kemudian menciptakan pemikiran yang disebut dengan Marhaenisme atau filsafat politik kaum wong cilik merujuk kepada karakter Marhaen, petani desa Cigereleng, Jawa Barat. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Marhaen adalah akronim dari nama pemikir politik idola Bung Karno yaitu Marx, Hegel dan Engels (Latif, 2021).
Pemikiran Marhaenisme yang digunakan oleh Bung Karno untuk memberdayakan masyarakat kelas bawah. Bung Karno selalu berpikir tentang filsafat politik untuk membela kaum Marhaen termasuk ketika merumuskan teori Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi yang berkarakter kolektivisme dan pemikiran Trisaktinya yaitu kedaulatan politik, kemandirian ekonomi dan kebudayaan yang kuat.
Bung Karno juga mencoba adaptif dengan mengembangkan titik temu antara Nasionalisme, Islam, Marxisme. Pemikiran Bung Karno ini sangat maju di zamannya karena mencoba merangkum energi-energi perubahan dari pemikiran nasionalisme yang menekankan persamaan nasib sejarah, Islam non-sontoloyo yang mendorong kepedulian sosial dan _baldatun thoyyibatun warabbun gafur, dan Marxisme yang tegas membela kaum proletariat (kaum terpinggirkan) dan bahkan mendorong kaum proletariat untuk membentuk pemerintahan kaum tertindas yang dikenal dengan istilah diktator proletariat.
Relatif sama dengan Bung Karno, Bung Hatta menkontekstualisasikan pemikiran ekonomi kerakyatan yang sangat mendesak bagi rakyat kecil di Indonesia bernama ekonomi koperasi. Bung Hatta belajar ekonomi koperasi di Skandinavia jauh sebelum kemerdekaan Indonesia pada tahun 1925 karena diutus oleh Perhimpunan Indonesia.
Bung Hatta melihat pentingnya ekonomi koperasi untuk mendorong kemandirian ekonomi bangsa Indonesia secara kolektif masih tertindas dan hanya mampu mengelola ekonomi lapisan bawah.
Dengan kata lain, koperasi sejatinya alat rakyat kecil keluar dari jeratan ekploitasi kapitalisme yang hanya menguntungkan segelintir elit ekonomi.
Dengan kritis dan berapi-api, Bung Hatta menulis pentingnya kontekstualisasi koperasi bagi rakyat kecil Indonesia dalam memoirnya pada tahun 1925 bahwa kelemahan ekonomi rakyat ternyata pada keadaaan rakyat Indonesia hanya mengerjakan segala yang kecil, pertanian dan perdagangan kecil. Segala yang besar ada di tangan kulit putih, pertanian dan perdagangan besar, impor dan ekspor, pelayaran besar, bank dan lain-lain. Dalam sistem kapitalisme dengan dasar free competition tidak dapat diharapkan bahwa orang Indonesia yang hanya pandai melaksanakan segala yang kecil akan dapat naik kelas. Melihat contoh-contoh yang terdapat di Inggris dan beberapa negeri lain di daratan Eropa hanya koperasi yang berhasil meningkatkan selangkah demi selangkah ekonomi rakyat jelata (Hatta, 1982).
Tak berbeda dengan Bung Hatta, Bung Sjahrir juga melakukan ijtihad pembumian filsafat politik dengan lebih rasional melihat pemikiran kiri. Ia cenderung melihat sosialisme dari perspektif kemanusiaan, belajar dari pencapaian filsafat politik Barat yang ia baca dan secara konkret dilihatnya di negeri Barat. Ia mengutip Robert Owen, pendiri sosialisme, bahwa sosialisme yang kita perjuangkan seharusnya bertujuan memerdekakan dan memanusiakan manusia serta membebasan manusia dari ekploitais manusia lain (Latif, 2021).
Bung Sjahrir bahkan menuliskan lebih konkret kebijakan sosialisme yang bisa menyelesaikan masalah ekonomi politik kolektif dan dapat diterapkan di Indonesia secara tepat dan visioner yaitu (1) Memastikan standar penghidupan minimum (2) Upah yang layak untuk setiap individu (3) Pesangon/pensiun bagi orang tua (4) Bebas pajak bagi orang berpenghasilan minim (5) Kerja 8 (delapan) jam per hari (6) Anak di bawah 15 tahun tidak boleh menjadi buruh (7) Perempuan hamil tidak boleh bekerja (8) Uang pengganti ongkos berobat (9) Ekstra gaji bagi buruh yang mendapat kecelakaan (10) Perlunya negara membuat aturan pajak progresif (11) Membuat undang-undang sosial keselamatan kerja (12) Menetapkan batas upah minimum (living wage) (13) Menghapus hukuman sanksi rodi dan segala bentuk kerja paksa (14) Mengeluarkan undang-undang anti-riba (15) Peraturan yang mewajibkan semua orang untuk menyekolahkan anak-anaknya dan bebas uang sekolah kepada anak-anak-anak miskin hingga umur 15 tahun (16) Memerangi buta huruf melalui pengurusan rakyat dan pendidikan umum (Sjahrir, 2000).
Bung Karno, Bung Hatta dan Bung Sjahrir cenderung adaptif dengan ide-ide kiri revolusioner menjadi ide-ide strategis bernuansa strukturalis-reformis. Namun, model ijtihad filsafat politik Tan Malaka sedikit berbeda dan cenderung konsisten dengan ide radikalnya yaitu transformasi sosialisme-Marxisme menjadi sosialisme ala Indonesia (Latif, 2021). Tan Malaka mendorong perjuangan bangsa Indonesia untuk membebaskan Indonesia dari kolonialisme dan ini tertuang dengan baik dalam karyanya "Naar de Republiek Indonesia (1925)." Tan Malaka melihat perlunya komunis internasional beradaptasi dengan ide Pan-Islamisme Al-Afghani yang mendorong perjuangan melawan kolonialisme terutama di negeri-negeri mayoritas pemeluk Islam (Anderson, 1972). Tan Malaka percaya bahwa aksi massa dan kaum inteligensia akan selalu muncul menjadi blok historis dan membawa perubahan di sepanjang zaman.
Alhasil, pembumian filsafat politik dan kontekstualisasi pemikiran revolusioner menjadi pemikiran yang bermakna di Indonesia telah dilakukan sejak dulu oleh founding fathers kita. Tetapi, esensi dari ijtihad dan kontekstualisasi filsafat politik mereka adalah keberpihakan kepada rakyat kecil (wong cilik) dan kepentingan yang lebih besar untuk negara ini. Mereka tidak berpikir dalam kerangka individualisme sebab politik individualis dan tanpa rasa serta keberpihakan kepada rakyat hanya berwatak hewani dan bisa digantikan oleh robot AI hari ini.
Visi-Misi Holistik Ganjar-Mahfud MD dalam Spirit Founding Fathers
Visi politik Ganjar-Mahfud adalah “Menuju Indonesia Unggul: Gerak Cepat Mewujudkan Negara Maritim yang Adil dan Lestari.” Jika melihat hamparan visi Ganjar-Mahfud sangat terlihat gambaran ideologi Trisakti Bung Karno untuk semakin mendorong kedaulatan politik, kemandirian ekonomi dan kebudayaan yang kuat.
Visi ini menggambarkan aspek kedaruratan bangsa Indonesia untuk bisa unggul di kancah global harus dilakukan dengan aksi dan gerak cepat agar tak menjadi bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa.
Bukan hanya nuansa pemikiran Bung Karno, tetapi juga jelas terlihat visi kemandirian ekonomi Bung Hatta, visi diplomasi Bung Sjahrir dan visi kedaulatan negara Tan Malaka.
Ganjar-Mahfud sangat menyadari bangsa Indonesia tak boleh memunggungi lautnya. Indonesia harus membangun kedaulatan politik, memberdayakan potensi ekonomi, dan menguatkan kebudayaannya melalui sektor maritim. Kita bangsa besar yang disatukan oleh laut. Kita adalah Negara Maritim yang kaya raya.
Keadilan tercapai itu menjadi sangat mungkin dan potensial karena memahami dan mengetahui potensi dan karakter bangsa dan negara kita yaitu Bangsa dan Negara Maritim yang memiliki ribuan pulau dan laut yang terbentang luas dengan kekayaan yang ada di dalamnya.
Kita juga memiliki alam yang indah di antara laut-laut dan pulau-pulau di Nusantara. Flora dan Fauna kita sejak dulu dikagumi bangsa-bangsa lain. Mereka harus hidup dalam ekosistem mereka yang harus dijaga dari ekploitasi berlebihan. Manusia Indonesia yang unggul harus hidup harmonis dan alam harus dipastikan lestari.
Sangat jelas, Ganjar-Mahfud dalam visi politiknya akan memprioritaskan pengembangan SDM, Sains dan Teknologi, dan penguatan ekonomi politik dan sosial budaya serta pembangunan berwawasan ekologis yang merujuk kepada eksistensi negara kita sebagai Negara Maritim yang besar dan kaya raya.
Visi politik Ganjar begitu terang dan menurunkan visi ini dalam delapan fokus aksi cepat satset yaitu (1) Percepatan SDM Unggul berkualitas yang difokuskan untuk mencapai tujuan proteksi kesehatan dan pendidikan rakyat Indonesia secara total dan kolektif (2) Percepatan pengembangan sains dan teknologi melalui riset yang total dan dalam spirit inovasi terbaru. Indonesia harus belajar lompatan sains dan teknologi ala Jepang dan China (3) Percepatan ekonomi mandiri melalui kedaulatan pangan, industri halal dan koperasi. Diharapkan pendapatan kelas bawah dan menengah meningkat tajam secara kolektif terutama petani, buruh dan nelayan (4) Percepatan pemerataan ekonomi melalui distribusi sumber daya yang adil dan pembangunan yang merata (5) Percepatan digitalisasi melalui pembangunan infrastruktur dan ekosistem digital di seluruh Nusantara. Industri digital Indonesia juga sangat besar dan potensial dikembangkan (6) Percepatan kembali kepada pembangunan berwawasan ekologis melalui ekonomi hijau dan biru (7) Percepatan pembangunan hukum dan HAM melalui upaya mendorong demokrasi yang lebih substantif dan professional (8) Percepatan pengambilan peran strategis Indonesia di kancah global untuk sebuah tatanan dunia baru yang lebih adil.
Di dalam visi dan misi inilah letak keunggulan Ganjar-Mahfud untuk mendayung kapal Nusantara ini menjemput pulau utopia yang dibayangkan oleh founding fathers kita jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Sebuah bangsa besar yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian dalam budaya. Indonesia yang unggul di kancah global.
Alhasil, visi dan misi Ganjar-Mahfud untuk Indonesia yang unggul adalah sebuah ijtihad dan kecerdasan filsafat politik ala founding fathers yang selalu berpikir jauh ke depan mendorong kolektivisme demi Indonesia Emas 2045 dan demi mendorong perubahan besar dan berkualitas di negeri ini. Negara Maritim yang Adil dan Lestari.
Salam Progresif, Salam Perubahan yang cepat dan berkualitas. Terima Kasih