Oleh : Sovia Susianty
Dosen Fakultas Keperawatan Unand
Di balik rutinitas sehari-hari yang penuh tekanan, para penderita diabetes mellitus (DM) seringkali menghadapi tantangan ganda, termasuk tekanan emosional yang dapat memengaruhi tingkat gula darah mereka. Dalam penelitian longitudinal baru-baru ini, hubungan antara perubahan perilaku pengelolaan diri, efikasi diri terkait diabetes, ketahanan, dukungan sosial, pemberdayaan pasien, dan bagaimana faktor-faktor ini berinteraksi dalam mempengaruhi diabetes distress pada pasien diabetes tipe 2. Bagi penderita diabetes, stres bukanlah sekadar beban mental; itu adalah faktor yang dapat memengaruhi gula darah mereka secara langsung. Oleh karena itu, mengelola stres bukan hanya tentang kesejahteraan emosional, tetapi juga tentang menjaga kesehatan fisik
Dalam penelitian yang menghubungkan perubahan perilaku dan faktor psikososial dengan diabetes distress pada pasien diabetes tipe 2, temuan menarik muncul. Kenaikan tingkat ketahanan atau efikasi diri terkait diabetes secara signifikan berkaitan dengan penurunan diabetes distress. Namun, peningkatan pemberdayaan pasien justru berkaitan dengan peningkatan diabetes distress. Interaksi antara peningkatan pemberdayaan pasien dan peningkatan perilaku pengelolaan diri juga memiliki korelasi dengan penurunan diabetes distress. Stres dapat menjadi pemicu berbagai perubahan fisiologis dalam tubuh, terutama pada penderita diabetes. Hormon stres seperti kortisol dapat meningkatkan tingkat gula darah, yang pada gilirannya dapat menyulitkan pengendalian gula darah bagi penderita diabetes. Untuk banyak orang lain yang hidup dengan diabetes, ini bukan hanya masalah mental, tetapi juga dapat berdampak langsung pada kesehatan fisik mereka.
Penelitian ini memberikan pencerahan tentang bagaimana faktor-faktor psikososial berkontribusi terhadap diabetes distress pada tingkat populasi. Namun, bagi seorang penderita diabetes seperti Sarah, membaca hasil penelitian tersebut mungkin tidak langsung membuatnya merasa lebih baik. Oleh karena itu, penting untuk mengaitkan temuan penelitian dengan sisi keseharian yang dapat dipahami oleh masyarakat umum.
Peningkatan resiliensi dan efikasi diri terkait diabetes merupakan kunci pengelolaan stres
Seseorang setelah mengetahui bahwa peningkatan tingkat ketahanan dan efikasi diri terkait diabetes berhubungan dengan penurunan diabetes distress, memutuskan untuk mencari cara untuk meningkatkan resilience dan keyakinannya dalam mengelola diabetes. Dia bergabung dengan kelompok dukungan dan mulai mengikuti program edukasi untuk penderita diabetes. Baginya, ini bukan hanya tentang mengelola gula darah, tetapi juga tentang membangun ketangguhan mental dan keyakinan pada kemampuannya sendiri.
Pemberdayaan yang bijak dapat menghindari peningkatan distress. Melihat bahwa peningkatan pemberdayaan pasien dapat berkaitan dengan peningkatan diabetes distress, Seseorang yang menderita diabetes mulai lebih berhati-hati terhadap pendekatan pemberdayaan yang diterapkan dalam manajemen diabetes mereka. Mereka mulai mencari dukungan yang memberdayakan secara positif dan menghindari perasaan kewalahan yang dapat meningkatkan stress. Konsistensi dalam perilaku pengelolaan diri, seperti pola makan sehat dan rutin berolahraga, adalah kunci untuk menjaga gula darahnya tetap stabil. Hal ini bukan hanya tentang mematuhi rencana pengobatan, tetapi juga tentang membangun kebiasaan sehat yang dapat menjadi pondasi bagi kehidupan yang lebih baik.