Oleh:Dr. Silvia Permata Sari, SP., MP.
Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Andalas
Sistem pertanian terpadu (SPT) adalah konsep pertanian zero waste atau meminimalisir limbah budidaya pertanian dengan menggabungkan budidaya tanaman pertanian (hutan,holtikultura dan perkebunan) serta ternak (Unggas, ikan dll). Pada skala luas, konsep pertanian terpadu dapat juga dijadikan sebagai area edufarm atau wisata edukasi bagi masyarakat yang ingin mendalami tentang siklus pertanian dan pemanfaatan limbahnya. Namun, tidak hanya pada skala besar, SPT juga dapat dilaksanakan dipekarangan. Misalnya pekarangan yang digunakan untuk kolam ikan airnya dapat dilairkan pada pipa hidroponik untuk menanam tanaman sayuran. Atau dipedesaan, pekarangan digunakan untuk ternak ayam dengan pakan dari limbah rumah tangga seperti bekas nasi atau sayur, dan kotoran ayam dapat digunakan sebagai pupuk tanaman.
Salah satu keuntungan/kebaikan yang diperoleh dalam penerapan sistmen pertanian terpadu (termasuk sistem agroforestry) adalah terjadinya peningkatan keluaran hasil (output) yang lebih bervariasi yaitu berupa pangan, pakan, serat, kayu, bahan bakar, pupuk hijau dan atau pupuk kandang. Selain itu secara ekonomi sistem pertanian terpadu dalam bentuk sistem agroforestry memiliki keuntungan lainnya yaitu memperkecil resiko kegagalan panen (Abdul-Rauf,2001).
Pada skala rumah tangga, keuntungan yang diinginkan adalah adanya tambahan beberapa komoditas sayuran yang mudah ditanam tanpa harus membeli karena terjamin kualitas dan yakin pada hasil pertanaman dipekarangan sendiri. Maka dari itu, semakin beragam budidaya yang dikerjakan hasil yang akan diambil akan lebih sering untuk diolah pribadi.
Lahan pekarangan dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk memproduksi pangan dan papan di satu sisi, sekaligus memelihara dan memperbaiki kondisi ekologis serta meningkatkan dan mempertahankan biodiversitas di sisi lain, melalui penerapan sistem pertanian terpadu dalam bentuk agroforestry, seperti tipe agrosilvofishery (kombinasi pohon hutan, tanaman pertanian dan kolam ikan) dan tipe agrosilvofishery (kombinasi pohon hutan, tanaman pertania dan ternak kambing). Untuk memberlanjutkan dan mengoptimalkan pemanfaatan lahan pekarangan berbasis komunitas (mengelola lebih dari satu lokasi/pemilik lahan pekarangan), maka keberadaan kelembagaan masyarakat (terutama pemuda, dan atau ibu rumah tangga) dalam bentuk kelompok swadaya masyarakat (KSM) seperti KOPPLING sangat diperlukan (Rouf, A,dkk. 2013).
Semakin SPT diterapkan, maka keseimbangan kondisi lingkungan dapat lebih stabil. Akibat adanya siklus alami dari organisme diatasnya tanpa memberikan residu bagi tanah. Jumlah tanaman juga akan mempengaruhi kondisi udara lingkungan sekitar, sehingga udara lebih berish. Di pekarangan masyarakat yang tinggal di daerah dataran tinggi, sayuran akan lebih beragam untuk dapat ditanam, seperti kol, wortel, daun bawang dll.
Sumber
Abdul-Rauf.2001. Kajian Sosial Ekonomi Sistem Agroforestry di Kawasan Penyangga Ekosistem Leuser, Studi Kasus di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Unit Managemen Leuser (UML), Medan.
Abdul-Rauf 2013. Sistem Pertanian Terpadu Di Lahan Pekarangan Mendukung Ketahanan Pangan Berkelanjutan Dan Berwawasan Lingkungan Jurnal Online Pertanian Tropik Pasca Sarjana FP USU Vol. 1, No. 1 Juni 2013.