Limapuluh Kota,Salingkaluak.com,- Nagari Maek Terletak di kecamatan Bukik Barisan kabupaten Lima Puluh Kota, menjadi tempat wisata utama di Maek dan juga menjadi pusat penelitian Arkeolog, kebudayaan dan sosiologi antropologi. Maek dihuni oleh manusia pada zaman Prasejarah (6.000-9.000 SM). Nagari Maek selalu ramai dikunjungi wisatawan untuk melihat peninggalan Megalite dan keindahannya alamnya seperti gunung tembus sebagai salah satu wisata unik dan merupakan satu-satunya gunung tembus yang ada di nusantara, menambah wawasan sejarah Indonesia dalam perkembangan peradaban manusia pada masa prasejarah.
Di Nagari Mahat banyak ditemukan peninggalan purbakala berupa ; Menhir, Batu Dakon, Lumpang Batu, Punden Berundak-undak, Batu Tapak, Batu jejak ayam, danBalai-balai batu. Dibandingkan semua peninggalan tersebut temuan menhir menjadi paling dominan yaitu ±800 buah dari berbagai bentuk, ukuran, dan motif hias. Situs-situs megalitik Mahat di antaranya situs Koto Tinggi, Padang Ilalang, Koto Gadang, Ronah, Ampang Gadang, dan lain-lain.
Dibandingkan dengan daerah lain di Kabupaten Lima Puluh Kota, Nagari Mahat menjadi lebih istimewa, karena memiliki menhir terbanyak di Kabupaten Lima Puluh Kota hingga dijuluki Nagari Seribu Menhir.Menhir- menhir ini tersebar disetiap jorong di Nagari Mahat.Selain jumlahnya yang banyak dibandingkan dengan daerah lainnya menhir yang terdapat di Nagari Mahat ini juga memiliki keunikan tersendiri yaitu, semua menhir disana menghadap ke arah Gunung Sago.
Peradaban di Nagari Mahat tediri dari tiga periode yaitu peradaban megalitikum (zaman purba), peradaban candi, dan peradaban Islam.Kepurbaan sisa manusia situs-situs dikawasan Mahat secara relatif ditaksir berusia 2.000-3.000 tahun yang lalu (Jacob, 1992: 156).
Ekskavasi pada tahun 1985 di Situs Bawah Parit menunjukkan bahwa Situs Bawah Parit merupakan situs penguburan dengan menhir sebagai tanda kubur. Hasil analisis terhadap rangka manusia yang ditemukan di dalam kubur menunjukkan bahwa tengkorak mempunyai bentuk sedang dan tinggi, ovoid dengan bentuk membulat, dan dahi sempit. Kapasitas tengkorak termasuk sedang, sekitar 1.589,3 cc, tulang lengan atas cukup pipih, tulang-tulang kurang robust, dan tinggi badan sedang (161,2 cm). Sekalipun sudah bercirikan Mongoloid namun pengaruh unsur Australomelanesid masih jelas terlihat pada rangka ini; berbeda dengan temuan rangka manusia di Situs Ronah yang 200 tahun lebih muda dan kemungkinan berasal dari masa peralihan Islam (Wawancara dengan Bapak Zulpenedri (Koordinator Benda Cagar Budaya di Nagari Mahat) pada tanggal 5 Juni 2024).
Masyarakat Maek sekarang yang mayoritas memeluk agama Islam, menganggap menhir yang ada di sekitarnya itu disebut sebagai batu urang saisuak (batu orang dahulu kala), fungsinya sebagai nisan kuburan (mejan) orang-orang masa lalu.
Menurut sejarawan Universitas Negeri Padang, Alm. Prof DR Mestika Zed, menhir adalah batu tunggal yang berdiri tegak di atas tanah dan berasal dari periode neolitikum. Periode neolitikum itu berada antara 6.000/4.000 SM sampai 2000 SM (https://www.sagonews.com/2020/06/tentang-menhir-maek.html).
Menhir adalah peninggalan prasejarah yang berupa megalitit. Kelompok menhir dalam berbagai bentuk dan ukuran dapat ditemui di Nagari Maek, ukuran terbesar 50 cm x 668 cm x 405 cm. Menhir adalah peninggalan prasejarah berupa batu dan biasanya digunakan sebagai sarana pemujaan arwah nenek moyang oleh masyarakat pada
zaman batu yang menganut paham animism.
Masyarakat/generasi sekarang yang menetap di Maek saat ini berkemungkinan bukan keturunan generasi zaman megalitikum.
“saya berpendapat generasi hari ini adalah generasi ke III yang menghuni Maek. Tapi sampai saat ini belum diketahui asal dan perginya masyarakat yang hidup pada masa megalitikum di Maek,” kata Zelpenedri, juru rawat situs menhir di Maek dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat.
Jelasnya, banyak peninggalan masa purba di Maek. “Bukan hanya menhir, juga yang lain. Termasuk jejak telapak kaki [kanan] manusia ukuran besar, yang bukan hasil ukiran atau melainkan alami (natural). Masih misteri.” Butuh banyak penelitian dari berbagai disiplin ilmu. “Kami percaya di Maek ini sudah ada kehidupan dari masa purba, yang terhubung dengan manusia moderen di Sumatera. Mungkin tidak terhubung dengan masyarakat di sini, tapi dapat saja di wilayah lain,” ujarnya.
Salah satu arkeolog yang meneliti keberadaan situs menhir di Maek selama beberapa tahun adalah Dominik Bonatz dari Jerman. Dia sudah menulis sebuah buku tentang megalitikum di Pulau Sumatera dengan judul “Megalithen Im Indonesischen Archipel”. Tapi Dominik belum dapat menyimpulkan kelompok masyarakat yang hidup di Maek di masa megalitikum,” kata Zelpenedri.( (Wawancara dengan Bapak Zulpenedri (Koordinator Benda Cagar Budaya di Nagari Mahat) pada tanggal 5 Juni 2024).
Pada tahun 2011 Meilyn, P.HD melakukan penelitian dari Jerman dan Stephen dari amerika tahun 1993 memberikan keterangan bahwa Keberadaan Maek menarik untuk dikaji dan dianalisa dari prasejarah hingga saat sekarang ini. Maek merupakan salah satu peradaban tertua dengan dibuktikan peninggalan megalitikum. Berdasarkan peta yang dimiliki para peneliti tersebut pada masa Hindu Budha terlihat dengan adanya pembangunan 2 buah candi di Ampang Gadang dan di Sopan Tanah dan akhirnya baru didirikan Candi Muara Takus (Wawancara dengan Bapak Zulpenedri Koordinator Benda Cagar Budaya di Nagari Mahat) pada tanggal 5 Juni 2024)..
Ada cerita rakyat atau legenda di nagari Mahat yang punya kaitan dengan situs megalitik yang terdapat di maek. Yang pertama berkaitan dengan Balai batu niniak nan barampek yang berlantaikan Tanah berdindinding angina dan beratap langit. Nenek moyang niniak nan barampek Luak Limo Puluah: Datuak Maharajo Indo,Dt. Siri, Dt.Bandaro dan Dt Rajo Dubalai berasal dari Maek untuk pergi dalam rangka mengembangkan wilayah pemukiman baru atau sebagai utusan dari suatu kerajaan dalam rangka perluasan wilayah dan pengaruh. Sebab kedatangan yang disertai pembagian tugas untuk memimpin kehidupan pada daerah yang justru banyak peninggalan sejarahnya, tentu sejak semula sudah dipikirkan (membawa suatu ambisi).
Pada sisi tengah balai batu terdapat tiga batu sebagai bukti eksistensi tungku tigo sajorangan (tali tigo sapilin)sudah diterapkan pada pada masa islam masuk ke nagari maek.Tiga batu tersebut memberikan makna pertama;Syarak (agama), Kedua ; Adat dan yang ketiga ; Rajo (pemerintahan). Rajo memerintah berdasarkan Syarak dan adat dijalankan mempedomani syarak. Sebelum lahir ABS-SBK di minangkabau nagari Maek telah memulai penerapan berdasarkan peninggalan Balai Batu Niniak nan Barompek luak limapuluah yang keberadaannya dinagari maek.
Yang perlu menjadi pikiran kita yang mendalam adalah , niniak nan barampek ini berasal dari Mahat berarti nagari Mahat dahulunya suatu pusat peradaban yang telah maju sejak zaman batu. Dikisahkan semasa muda empat orang bersaudara ini pergi menelusuri muara batang mahat terus ke Kampar Kanan dan melanjutkan ke samudera lepas selat malaka, empat saudara ini mempunyai kesaktian masing-masing, yang tertua Dt. Maharajo Indo ahli memanah, Dt.Siri yang mempunyai mata dapat melihat jauh, Dt. Bandaro ahli menyelam, dan Dt. Dubalai orang kuat dan tampan.
Dalam perjalanan mereka menyelamatkan seorang putri dari Mahat India yang bernama Indra Dunia yang sedang diserang oleh seekor burung raksasa , yang terlihat dari jauh oleh Dt.Siri, Dt. Maharajo Indo memanah burung tersebut, putri Indra Dunia terjatuh kelaut, dan langsung di selamatkan oleh Dt. Bandaro. Setelah siuman sang putri dari India ini mengucapkan terima kasih kepada empat saudara yang berempat ini karena telah menyelamatkannya, karena melihat ketampanan Dt. Dubalai, Putri Indira mau saja diajak ke Koto Gadang dan sejak itu putri yang cantik jelita tinggal di Koto Gadang yang masyarakat menyebutnya dengan putri Mahat dan Akhirnya bersama Dt. Dubalai Pindah Ke Muaro Mahat dan mendirikan Candi Muara Takus disana, untuk mengigat putri ini masyarakat menamai sungai dan nagarinya dengan Mahat.
Pada zaman belanda Maek juga menjadi salah daerah penting dan strategis dengan pengakuan Underafdeling Puar data dan mahat (Reorganisasi ketiga Untuk Lima Puluh Kota dilakukan pada tanggal 1 Januari 1905 bahwa Afdeeling Lima Puluh Kota terdiri dari Payakumbuh, Puar datar dan Mahat dan Boven Kampar).
Seiring dengan perkembangan zaman, dinagri maek tetap mempertahan beberapa nilai budaya atau tradisi unik seperti ; Pertama ; Tradisi membakar pada acara syukuran, turun mandi anak baru lahir,pesta pernikahan dan sunnah Rasul, hal ini menandakan peninggalan budaya Hindu Budha mewarnai adat istiadat Nagari maek. Kedua struktur Adat Maek memiliki tatanan yang kuat dan kokoh hingga saat ini dengan komposisi Rajo Nan Baduo Rajo Adat (Dt.Bandaro) Rajo ibadat (Dt.Rajo Dirajo) masing2 Koto di pimpin Pucuak Nan Baronan (Koto Aur Duri, Koto Gadang, Koto Bunga Tanjung, Koto Ampang Gadang,Koto Tinggi dan Koto Ronah) serta masing-masing koto memiliki kaampek suku.Ketiga ; tradisi makan bajamba (makan bersama 6 orang dalam satu piring besar (talam), hal ini memperkuat 6 suku atau 6 Koto di nagari maek merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Demikianlah feature “Rahasia Peradaban Kuno Maek Dari Zaman Megalitikum”,dalam rangka memecahkan rahasia Maek salah satu peradaban tertua diharapkan para pemerhati kebudayaan dan sejarah melakukan penelitian serta kajian lanjutan.
Saya memilih Rahasia Peradaban Kuno Maek Dari Zaman Megalitikum untuk pembuatan feature sejarah Dalam Menyonsong Festival Maek. Saya memilih Peradaban Kuno Maek karena menurut saya orang sudah banyak mengetahui tahu tentang nagari Maek dengan sebutan Seribu Menhir. Dan karena Peninggalan megalitikum (menhir) dinagari Maek sudah dikenal oleh banyak orang, baik dari akademisi (peneliti) lokal maupun mancanegara. Akan lebih mudah untuk memahami isi artikel ini. Menhir atau peninggalan megalitikum merupakan icon nagari Maek.
Penulis: Efrizal Hendri Dt. Patiah, S.IP.M.Si