Payakumbuh Medunia? Apa Sih Itu?


Payakumbuh --- "Payakumbuh Mendunia", merupakan tagline yang dibawa oleh salah satu pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Payakumbuh nomor urut 1, Supardi dan Tri Venindra pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Payakumbuh 2024.

Dilihat dari berbagai referensi di internet, kata "Mendunia" artinya ialah dikenal secara luas di seluruh dunia. Contoh sesuatu yang dikenal dunia adalah Batik, sebuah warisan budaya tak benda dari Indonesia yang diakui oleh UNESCO.

"Kalau kita menilai dan menafsirkannya, Payakumbuh Mendunia ini bukanlah sebuah visi-misi yang standar, kita melihat Pak Supardi impiannya agar Kota Payakumbuh bukan seperti yang ada terlihat saat ini. Tapi ingin Payakumbuh menjadi barometer kota berskala dunia," kata Rio, salah satu warga, di pusat kota kepada wartawan, Rabu (2/10).

Sementara itu, dihubungi terpisah via W.A, mantan Wali Kota Payakumbuh Riza Falepi yang mendukung Supardi-Tri Venindra menyebut kalau ada banyak cara untuk mendunia, bisa melalui internet, budaya, bisnis, dan pariwisata.

"Termasuk kuliner, atau bahkan dengan cara-cara unik. Mendunia ini erat hubungannya dengan kata viral, kata yang sedang tren sekarang, ini bagus buat memacu semangat kita bersama membangun Kota Payakumbuh yang kita cintai," kata Riza.

Bagi Calon Wali Kota Payakumbuh Supardi, ketika ditanya tentang bagaimana menafsirkan "Payakumbuh Mendunia" ini, dirinya kepada wartawan menyebut berawal dari kondisi Kota Payakumbuh pada hari ini masih terlihat seperti kota transit, belum menjadi kota tujuan, dimanapun kota di dunia ini, kalau posisinya sebagai transit, maka tertinggal.

"Kita berkomitmen menjadikan Kota Payakumbuh sebagai kota tujuan. Infrastruktur pendukungnya salahsatunya adalah keberadaan tol yang melintasi Sumbar-Riau, kita harus bisa mengoptimalkan keberadaan tol tersebut," katanya.

Supardi kemudian melempar balik sebuah pertanyaan. Apa yang mau dilihat dan dicari orang ke Payakumbuh?

"Diberi pertanyaan ini bikin panjang pikiran kita kan?" celetuk Supardi dengan senyuman khasnya.

Supardi kemudian memaparkan tentang beberapa daerah yang sukses mendunia dengan pariwisata, budaya, dan kekhasan produk daerah mereka.

Pertama, ada Banyuwangi. Supardi menyebut Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur berhasil mengubah citra daerahnya dari 'kota santet' menjadi kota festival. Melalui program Banyuwangi Festival, sektor investasinya meningkat pesat. 

Hal ini terbukti dari tumbuhnya destinasi wisata baru setiap tahun, pesatnya pembangunan hotel berbintang 3 ke atas, homestay meningkat secara drastis, meningkatanya partisipasi, serta kegiatan masyarakat di sektor pariwisata untuk mendatangkan wisatawan.

Banyuwangi Festival itu bukan hanya sekadar pariwisata, tapi juga menjadi cara bagi Kabupaten Banyuwangi untuk menggerakkan berbagai hal. Ini menjadi instrumen bagi mereka untuk menggerakkan banyak hal, tradisi, lalu menggerakkan banyak orang untuk berpartisipasi dan sekaligus mendorong kolaborasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Hadirnya Banyuwangi Festival memberi dampak positif bagi Kabupaten Banyuwangi. Hal tersebut dapat dilihat dari kunjungan wisatawan yang meningkat dari 670 ribu pada tahun 2010 menjadi 5,2 juta pada tahun 2018, meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat dari 20 juta perorang pertahun pada tahun 2010 menjadi 45 juta perorang pertahun pada tahun 2017, selaras dengan penurunan kemiskinan dari 20,09 persen pada tahun 2010 menjadi 7,80 persen di tahun 2018.

"Inovasi Banyuwangi Festival ini berawal dari identifikasi potensi alam dan budaya yang besar di Kabupaten Banyuwangi. Potensi itu dianggap mampu menggerakan seluruh sektor pembangunan berbasis pariwisata dan merupakan cara dan strategi pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan. Inovasi ini juga merupakan alat untuk konsolidasi budaya, kondolidasi perilaku, konsolidasi infrastruktur, dan konsolidasi ekonomi," kata Supardi.

Supardi menyebut, informasinya di Banyuwangi sejak tahun 2012 dengan awalnya hanya 12 even. Namun Banyuwangi Festival saat ini berkembang menjadi 99 even yang terdiri dari even olah raga, adat, seni dan budaya, kuliner, keagamaan, fashion yang jadwal pelaksanaannya telah ditetapkan awal tahun.

"Begitu pesatnya Banyuwangi mendunia dan julukan kota santet berubah menjadi kota festival. Saya jadi teringat pada saat saya jadi anggota DPRD Kota Payakumbuh tahun 2007 dulu, kami ajak wali kota buat kunjungan kerja ke Banyuwangi, tapi sempat batal karena saat itu Banyuwangi terkenal sebagai kota santet, akhirnya kunker dialihkan ke Surabaya," kenangnya.

Supardi menyebut Banyuwangi dulunya adalah kabupaten miskin, di tangan Bupatinya Abdullah Azwar Anas selama 2 periode, sukses membuat Banyuwangi menjadi daerah maju.

"Idenya diterapkan, Banyuwangi kini jadi kota festival. Setiap minggu ada aja festival di sana. Mereka bikin festival tahap pertama didanai anggaran pemda, namun untuk yang kedua-ketiga dan seterusnya sudah mandiri festivalnya, ada sponsornya dan bisa melibatkan peserta dari luar negeri," tandasnya.

Kedua, ada Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Dulu terkenal sebagai daerah tandus, tidak bisa ditanami lahan sawah karena tidak ada irigasi. Kini, menjadi daerah sukses berswasembada pangan dan ada destinasi wisata agropark.

Supardi mengatakan sejak terpilihnya Bupati Emil Dardak pada periode 17 Februari 2016 – 13 Februari 2019, Terenggalek mampu berswasembada beras, daerah yang bermasalah pertaniannya di Jawa Timur banyak yang menjadikan Trenggalek sebagai pusat studi.

"Trenggalek yang dulunya daerah tandus bisa menjadi daerah penghasil pertanian terbaik di Jawa Timur. Keberhasilan Emil Dardak memimpin Kabupaten Trenggalek dengan berhasil menjadikan Trenggalek sebagai daerah maju dan dapat diperhitunggakan dalam skala Nasional adalah faktor utamanya," kata Supardi.

Supardi menyebut tak hanya itu, saat Emil Dardak menjabat sebagai Bupati Trenggalek, Dia mampu merubah citra Kabupaten Trenggalek dari kabupaten tertinggal menjadi kabupaten yang maju di Jawa Timur melalui prestasi yang ditorehkan. Berkat kepemimpinannya, Trenggalek mendapat penghargaan Natamukti dari International Council for Small Business bersama Kementerian Koperasi dan UMKM pada 2017. 

"Di tahun 2010 Trenggalek masuk ke dalam 7 daerah tertinggal di Jawa Timur. Lalu ia mengajukan Trenggalek sebagai pusat kegiatan wilayah dan usulan tersebut dibahas dalam rapat kabinet yang dipimpin Presiden," paparnya.

"Nah, Payakumbuh bagaimana?" tukuk Supardi.

"Kita belum punya apa-apa yang bisa bernilai jual seperti dua kota tadi. Padahal sebenernya kita punya, yakni budaya kita, itulah yang selalu saya angkat berbagai iven kebudayaan di Agam Jua, Batang Agam saat saya menjabat DPRD Provinsi," katanya.

Supardi mencoba menghadirkan tamu dari luar negeri ke Payakumbuh. Budaya orang Payakumbuh dan Sumatera Barat sangat menarik dan unik bagi mereka, serta membuat wisatawan luar tertarik dengan kekayaan dan pengalaman menikmati berinteraksi dengan budaya tersebut, mereka merasa ingin kembali lagi suatu saat nanti ke Payakumbuh.

"Bali dikenal sebagai daerah wisata, dulu orang ke sana hanya berselancar saja, tapi kini unsur budaya menjadi nilai jualnya kepada wisatawan yang bisa ikut merasakan sensasi budaya orang Bali. Jogja, bukan hanya tentang Malioboro saja, namun yang jadi nilai jual pariwisatanya adalah budaya. Setiap bulan ada festival yang menjadi agenda kedatangan wisatawan dari berbagai belahan dunia," ujarnya.

Kalau dilihat budaya kita Minangkabau, khususnya Payakumbuh, kata Supardi jauh lebih banyak dan hebat dari daerah luar, ada banyak permainan anak nagari yang bisa dioptimalkan untuk didorong punya nilai jual kepada wisatawan. Baik itu pertunjukannya, maupun pengalaman menikmani keseruan ikut di dalamnya.

"Kita harus PD untuk menjualnya kepada dunia luar. Mari kita jadikan Kota Payakumbuh sebagai kota festival, sehingga dikenal dunia. Kita sudah punya fasilitas representatif seperti kawasan Batang Agam BWSS V, kalau pembangunannya sudah selesai, ini bisa dimanfaatkan untuk arena rekreasi wisata. Misalnya, festival seni dan budaya akan bisa dioptimalkan di sini. Dengan adanya nilai jual budaya kita kepada dunia internasional, feedbacknya orang bawa dolar ke daerah," kata Supardi.

Makanya, Supardi ingin melanjutkan program yang  sudah ada, seperti pembangunan Kawasan Batang Agam BWSS V, sarana olahraga, stadion, dan fasilitas penunjang lainnya demi mewujudkan Kota Payakumbuh sebagai kota tujuan yang mendunia.

"Semuanya bisa kita lakukan dengan anggaran pemerintah pusat. Kepala daerah harus pandai menjuluk anggaran ke pusat, karena anggaran daerah kita hanya Rp. 746 miliar. Ditambah, ada UU nomor 1 tahun 22 pasal 147 menyatakan bahwa tahun 2025 belanja pegawai seluruh indonesia maksimal 35 persen. Banyak dana transfer dari pusat, maka kita bisa menyiapkan dengan baik kebutuhan daerah kita," tuturnya.

Terkahir, Supardi menyampaikan Payakumbuh Mendunia akan mengoptimalkan tiga sektor utama, yakni hulu budaya, hilir wisata, di tengah-tengahnya UMKM.

"Perputaran roda ekonomi kota Payakumbuh ditopang oleh UMKM, kita ingin mereka menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Payakumbuh Mendunia, menjadi kota festival dan kota iven skala internasional," pungkasnya. (FS)