Wahyudi Thamrin

Berburu Babi, Hobi Turun Temurun Di Ranah Minang



foto koleksi Rahmat Sitepu
SalingkaLuak.com,-Mungkin tidak ada daerah di Sumatera Barat/Minangkabau yang tidak memiliki budaya atau kebiasaan warganya untuk berburu babi. Hal ini dibuktikan dengan adanya organisasi Persatuan Olahraga Buru Babi (PORBBI) Sumatera Barat. Dan Organisasi ini memiliki kepengurusan sampai kedaerah tingkat II.

Kegiatan Berburu Babi menggunakan anjing sudah menjadi budaya turun temurun di Ranah ini. Suatu kebanggaan bagi masyarakat terutama kaum laki laki memiliki anjing yang jago mengejar dan melumpuhkan babi di perburuan.

Apalagi anjingnya pulang kepemilik dalam lumuran darah babi, tak bisa dibilang bangganya sang pemilik dikeramaian memamerkan anjingnya tersebut.

Asal usul olahraga buru babi ini tidak lepas dari profesi atau kehidupan masyarakat didunia pertanian. Babi salah satu hama tanaman petani yang sering mengakibatkan gagal panen. Baik itu untuk padi maupun tanaman ladang. Sehingga setiap petani yang lahan pertaniannya tidak jauh dari hutan sudah dipastikan memelihara anjing buat menghalau babi yang masuk keareal pertanian.

Bisa jadi ini cikal bakal buru babi menjadi salah satu olahraga yang banyak peminat di Sumatera Barat. Kepuasan berhasil melumpuhkan atau menghalau babi dengan anjing menjadi kebanggan tersendiri bagi masyarakat yang hobi kegiatan ini. Tidak jarang mereka mau membeli anjing besar buat lebih tangguh mengusir hama pertanian yang bernama babi tersebut.

Kebiasaan masyarakat bergotong royong dalam mengerjakan sesuatu dari dulu diranah ini juga menyentuh ranah berburu. Sehingga ada alek Buru Babi yang sering diadakan disetiap daerah dengan mengundang para pecandu buru babi dari daerah lain. Layaknya seperti arisan. Saling undang jika adakan kegiatan bersama.

Sebagai daerah agraris alias bermata pencarian terbanyak dari bertani. Memiliki anjing yang tangguh diperburuan seakan menjadi tuah tersendiri buat masyarakat Minangkabau dari dahulu. Sampai sekarangpun masih nampak belum ada perubahan malah makin bertambah. Karena yang candu berburu babi tidak saja lagi kalangan petani. Tapi juga masyarakat yang berprofesi lainnya. Dengan alasan olahraga dan hiburan diluar jam kerja mereka lakoni berburu babi ini.

Buru babi di Minang ada istilah buru alek, dan buru salek. Buru alek ini diadakan besar besaran dengan mengundang anggota Porbbi dari daerah lain. Biasanya ada target penggalangan dana buat pembangunan. Sementara buru salek dilakoni sekelompok masyarakat dihari hari tertentu. Tanpa mengundang pecandu dari daerah lain. Kalau buru alek diadakan,masyarakat disekitar lokasi tempat buru diadakan jauh hari sudah dikabarkan bahwa akan diadakan kegiatan buru alek. Dan dihimbau untuk mengurung binatang ternak mereka. Biar tidak jadi sasaran anjing anjing yang dilepas saat kegiatan dilaksanakan.

Menurut beberapa sumber, berburu babi ini bahkan dianggap sebagai politik identitas lelaki Minangkabau yang matrilineal . Seperti dikutip dari langgam.id tentang tulisan Zainal Arifin dari Jurusan Antropologi Unand yang pernah diterbitkan di Humaniora pada Februari 2012.

Hal ini mungkin ada benarnya juga. Karena yang diakui pemilik dan pewaris harta dalam bentuk tanah di Ranah Minang adalah kaum perempuan. Terutama pusaka tinggi. Kaum laki laki hanya berstatus pengolah lahan. Dengan mampu mengolah lahan sampai panen tanpa gangguan hama bisa jadi bukti bahwa dia mampu buktikan kepada kaum istri sebagai laki laki bertanggungjawab kepada keluarga dalam mencari nafkah. Itu bagi sang suami alias sumando yang pekerjaannya bertani dan berladang. Tidaklah masuk hitungan yang hobi berburu tapi profesinya bukan petani.

Bagi pecandu buru babi yang berdomisili jauh dari hutan atu area berburu apalagi tidak berprofesi petani,candu satu ini memiliki tingkat kerawanan ribut dirumah tangga cukup tinggi. Apalagi sang bini tidak suka memelihara anjing apalagi sampai untuk mendapatkan anjing dengan membeli. Bisa bisa berujung ke Pengadilan agama akibatnya. Minimal anjing hilang pagi sebelum berangkat berburu karena dilepas bini subuh subuh ikatan dikandangnya.

Dan tidak bisa dipungkiri kegiatan buru babi secara tidak lansung berdampak pada perekonomian masyarakat disekitar lokasi diadakan acara buru babi. Selain hama tanaman mereka bisa dibunuh atau dihalau menjauh,juga masyarakat sekitar banyak buka lapak lapak dadakan jual makanan,minuman bahkan warung nasi.

Sampai saat ini garah alias candaan diwarung warung kopi yang ada di Ranah Minang tentang buru babi masih banyak dijumpai. Seperti teriakan teriakan yang biasa di ucapkan di lokasi " Pinteeh Kabaliaak" Tapi dipelesetkan dengan "Pinteh Kabiliaaak" yang mana maksud aslinya pintasi ke seberang dijadikan pintasi ke kamar. Juga ada yang iseng menjawab perkataan bini jika dilarang berburu babi dengan pilihan lucu, "Mana lebih baik saya berburu babi daripada berburu janda?" Nada ancaman konyol kalau sudah dapat warning dari nyonya dirumah untuk tidak lagi berburu babi.

Beberapa tahun belakangan ini acara buru babi juga jadi sasaran para politisi untuk memperkenalkan diri ditengah masyarakat. Tidak jarang mereka sponsori acara alek buru babi di dapil mereka. (*)