Wahyudi Thamrin

Gambir, Emas Coklat Yang penuh Dilema Pasar



SalingkaLuak.com,-Gambir, Tanaman perdu yang banyak tumbuh di Luak Limopuluah tepatnya di Kabupaten Limapuluh Kota. Tanaman yang bernama asli Uncaria dan termasuk jenis tumbuhan rubiaceace. Tumbuh dengan batang yang tidak besar, carang banyak dan daun daun tunggal

Masyarakat Limapuluh Kota dari dahulu sudah banyak menanam gambir di ladang ladang mereka. Gambir termasuk juga tanaman yang berusia panjang jika dikelola atau dirawat dengan baik. Menurut cerita para petani gambir di Limapuluh Kota kepada penulis ada gambir ini yang berusia sampai 7 keturunan. Apalagi yang tidak terjamah pupuk pabrikan.

Tanaman gambir ini yang diolah adalah daunnya untuk diambil getah yang mengandung katecin. Katecin ini dalam penelitian banyak digunakan untuk obat obatan.

Pengolahan gambir ini masih banyak dengan manual memanfaatkan teknologi seadanya. Mangampo istilah rang Limapuluh Kota mengolah gambir tersebut. Yang mana daun/ranting tanaman gambir ini dipanen dengan menggunakan tuai (sejenis alat potong bermata tajam).

Daun yang sudah dipanen dibawa ke pondok yang dinamakan rumah kampo. Disini daun menjalani proses masuk rajuik (keranjang dari tali yang dianyam) dan dililik (ikat erat)  lalu dimasukan ke Kopuak ( seperti ketiding atau drum yang bolong atas bawah). Setelah itu baru direbus diatas kancah/kuali besar.

Baca Juga: Tembakau, Dari bertanam Sampai Pengolahan Siap Jual

Setelah proses rebusan selesai daun gambir dipres (kampo) untuk mengeluarkan getahnya. Dahulu untuk mengeluarkan getah ini (kampo) menggunakan baji dan kayu untuk jepitan. Baji ini dipukul pukul diantara jepitan agar dua bilah kayu bisa berikan tekanan kuat. Sehingga getah bisa dikeluarkan. Saat ini sudah menggunakan dongkrak. Sehingga sudah agak mudah memeras getah gambir tersebut.

Getah yang keluar dari hasil perasan ditampung dalam wadah yang dinamakan paraku (mungkin karena mirip perahu). Getah disini diendapkan dulu untuk memisahkan dengan air rebusan. yang mana air  rebusan ini dinamakan air Kalincuang. Air Kalincuang ini rawan disalahgunakan untuk membuat gambir tiruan dari tanah liat.

Getah yang sudah diendapkan ini baru dicetak. Ada yang bulat memanjang ada yang bulat pipih. Bahkan ada yang sudah petak petak. Bulat memanjang disebut gambia loban. Pipih disebut benggo. Mungkin asal usul penamaan sesuai bentuk hasil. Kalau yang petak petak sudah menggunakan teknologi baru ala cetak bata dengan mesin.

Pekerja kampo gambir ini yang bertugas tukang petik daun dinamakan anak kewi. Sedangkan yang di rumah kampo merebus dan mencetak dinamakan nodo. Tidak didapat asal usul pemberian nama pekerja kampo tersebut awal mulanya. 

Sebelum dipasarkan getah gambir yang sudah dicetak harus dikeringkan terlebih dahulu. Biasanya setiap anak kampo atau pemilik ladang sudah memiliki toke toke yang menampung getah gambir mereka.

Semenjak wabah covid-19 melanda dunia petani gambir tidak luput dari dampaknya. Harga gambir terjun bebas. Bahkan nyaris murah tidak bisa dijual. Toke banyak stop pembelian gambir kepetani karena tidak bisa mengeksport keluar negeri. Pasar gambir terbesar negara India.

Anjloknya harga gambir sangat berdampak kepada perekonomian masyarakat Limapuluh Kota khususnya dan Luak Limopuluah (Payakumbuh & Limapuluh Kota) pada umumnya. Bagi kota Payakumbuh dampaknya turun transaksi jual beli di pusat pasar. Rata rata Masyarakat Limapuluh Kota belanja kepasar Payakumbuh.

Baca Juga: edati, Kendaraan Angkutan Barang Tempo Doeloe

Hasil pertanian Limapuluh Kota ini sempat dijuluki emas coklat. Karena warna coklat dan harga jual sempat melambung tinggi. Sehingga banyak masyarakat berlomba lomba membuka ladang gambir baru di Limapuluh Kota ini.

Untuk Sumatera Barat gambir juga ada di Pesisir Selatan, pasaman, Agam dan Pasaman Barat. Tapi yang paling dominan di Limapuluh Kota. (*)