SalingkaLuak.com,-Pada tahun 1942, Soekarno menyelesaikan perjalanan dengan keluarga yang melelahkan dan menyebalkan. Pakaiannya penuh dengan peci hitam yang pendek terlihat kurang tampan dan proporsional, ditambah lagi jarang mandi karena dia dan kesulitan melakukan perjalanan jauh (kadang-kadang mengendarai dokar) dengan penuh menggunakan pernak-pernik baju tentara Jepang, yang saat ini mengalami kekalahan oleh sekutu.
Dari Bengkulu melalui jalan darat menuju kota Painan (kota Pesisir kearah tenggara Padang), lalu ke Bukittingi dan berkeliling ke Payakumbuh dan akhirnya menemukan teman lainnya, yang juga menghubungkan semua pesantren terkenal, Darul Funun al Abbasiyah, di desa Padang Japang, Guguk, Kabupaten Lima Puluh Koto, Sumatera Barat. Kala itu Soekarno bukan siapa-siapa dan belum menjadi presiden.
Memang itu pas dan serasi dengan visual wajah Soekarno. Pas margopas! Peci lamanya mana? Di tinggal di pesantren Syech Abbas Abdullah, yang juga menjadikan agar kelak Indonesia merdeka dan Soekarno menjadi pemimpinnya, Indonesia harus menggunakan ketuhanan. “Ini adalah yang terbaik bagi kamu”, kata syech untuk calon pemimpin bangsa terbesar di jagat.
Lengkap dan pantas sudah muncul baru Soekarno. Dia terlihat lebih ganteng dan siap memimpin negeri ini dengan penampilan khasnya tiada dua di dunia: peci hitam tinggi pemberian Syech Abbas Abdullah. Tapi nanti duluuu… Sang tuan rumah juga mengundang agar penampilan baru Soekarno diimbangi dengan martabatnya yang tampan juga. Menurut penerawangannya, gigi taring Soekarno sebelah kanan itu dempet. Sungguh? “Bebas orang bergigi begitu tahan rimbang mata atau mudah jatuh untuk perempuan”, ramal Syech Abbas Abdullah.
"Kamu harus berhati-hati terhadap kaum komunis dan sekuler yang akan menghancurkan bangsa ini", kata pemimpin pesantren sambil memandang Soekarno yang sedang membetulkan sebuah peci hitam tinggi.
Baca Juga: Syech Haji ja'afar, Pendiri Masjid Arsyad Yang Ketanah Suci Jalan Kaki
Akhirnya, peci hitam itu menjadi ciri khas proklamasi visual dan perjuangannnya di tahun-tahun kemudian. Peci itu menjadi benda seni yang memwakilkan sosok yang memiliki andil dengan proklamasi. Di kemudian hari bahkan menjadi ciri khas orang Indonesia. Hatta yang tidak biasa berpose selama sekolah di Eropa, akhirnya mengikuti Soekarno berpeci pada saat-saat tugas kenegaraan dan sampai sekarang ikut menjadi bagian penting dari busana resmi Presiden-Presiden Indonesia.
Proklamasi 17 Agustus 1945 telah dikumandang, lalu diselesaikan dengan berdarah-darah dan selesai penuh dengan susah payah, selalu diwakili dengan pelakunya visual yang berpeci hitam. Ketika Soekarno membacakan naskah proklamasi, ikut upacara keagamaan di Gereja Mormon, berziarah ke makam Abdul Qadir Jailani serta makam George Washington, berpidato di Kongres Amerika Serikat, rapat umum di Stadion Lenin, Moskow, berdiskusi di Balai Rakyat Beijing dengan Mao, sowan ikut-kali ke Kaisar Hirohito, hampir pingsan di La Paz, Bolivia, ditangkap dan dibuang Belanda ke Prapat, bersembahyang di mesjid Leningrad (Petersburg), berpesta dengan Marilyn Monroe, naik sepeda di Kobenhavn, Denmark, merokok bareng Nehru di India, berdiskusi dengan Juan Peron di Buenos Aires, dan ngobrol dengan Elvis Presley di Hawaii,
Tidak terbayang ketika Soekarno melepas peci hitamnya setelah dipindahkan dari Bengkulu, karena pendek dan lusuh bentuknya. Tentang hal ini tidak terjadi, karena jasa Syech Abbas Abdullah. Dia menjadi stylist proklamasi tanpa disadari. Hal-hal sepele sebelum dan sesudah proklamasi 17 Agustus 1945, memang selalu menarik perhatian masalah senior dan penampilan untuk memancarkan kekuatan visual yang dominan. Indonesia tanpa Soekarno tidak terbayangkan seperti apa. Soekarno tanpa peci hitam tinggi.
Mungkin cerita inilah awal mula peci hitam dikenal masyarakat Luak Limopuluah dengan sebutan Kopiah BK (Kopiah Boeng Karno) yang banyak di produksi di Payakumbuh. Dan tidak sulit untuk mendapatkannya di pusat pasar disini. Wallahualam, (*)
Sumber : DarulFunun.Or.ID