Oleh : Syaiful Anwar
Dosen
FE Unand Kampus II Payakumbuh
A.
Tata Cara Shalat
Malam/Tahajud
Saudaraku
pecinta tahajud, jika bangun malam telah Anda lakukan dan wajah Anda telah
kelihatan segar karena telah dibasuh dengan air wudhu, namun tiba-tiba Anda
terhenti sejenak seraya berteriak, “Rabb, tunjukkan padaku cara shalat malam
(tahajud).” Berikut ini beberapa
petunjuk dan tuntunan dari Rasululah tentang cara melakukan shalat
Tahajud.
Variasi Cara Tahajud
Rasulullah
Bukan
hanya renang saja yang punya variasi gaya, shalat pun ada variasinya lho. Dalam tata cara tahajud, Rasulullah
memiliki banyak variasi. Maksudnya, beliau tidak memiliki cara yang tetap dalam
melaksanakan shalat tahajud. Ini menunjukkan bahwa semangat yang dibangun oleh
beliau adalah semangat agar seluruh umatnya bisa menegakkan shalat sesuai
dengan kondisi dan tanpa memberatkan. Karena kemampuan melaksnakan shalat
Tahajud
setiap orang berbeda-beda. Rasulullah Saw. mengerti betul tentang kondisi
umatnya tersebut.
Adapun
variasi cara tahajud
yang dilakukan
Rasulullah adalah sebagai berikut!
Ø Berdiri dengan
bacaan yang sangat panjang dan sama panjangnya dengan rukuk, sujud, dan duduk.
Ø Duduk dari
awal hingga akhir. Cara ini dilakukan oleh Rasulullah jika beliau dalam keadaan
tidak sehat dan teramat lelah, tetapi ini jarang dilakukan.
Ø Kombinasi berdiri dan
duduk. Ini dilakukan bila agak sakit. Sebagian
dilakukan dengan berdiri. Pada saat membaca atau melanjutkan sisa-sisa ayat
yang panjang, beliau duduk. Bila selesai membaca ayat, berdiri lagi seperti
biasa. Hal ini sangat jarang dilakukan, hanya di saat beliau merasakan lelah di tengah shalat.
Ø Kadang
diselingi dengan beberapa kali tidur.
Ø Kadang
bangun tidur, lalu shalat dan tidak
tidur lagi.
Ø Di atas kendaraan. Hal
ini hanya dilakukan dalam perjalanan dan hanya shalat sunah saja. Shalat fardhu
belum pernah dilakukan di atas kendaraan.
Ø Di dalam rumah. Inilah
yang selalu dilakukan dan diutamakan. “Shalatlah di rumah-rumah kalian, karena sebaik-baik shalat seseorang adalah yang
dilaksanakan di
rumahnya,
kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari)
Ø Di dalam masjid. Dilakukan
hanya dua malam saja di malam bulan Ramadan, lalu tidak dilakukannya lagi.
Ø Sendiri. Ini
sering dilakukan dan dengan memanjangkan shalatnya.
Ø Berjamaah. Kadang-kadang
dilakukan dengan berjamaah. Shalat tahajud termasuk shalat sunah yang boleh
dilakukan dengan berjamaah, terlebih saat malam-malam di bulan Ramadan (shalat
tarawih).
Ibnu
Abbas berkata, “Nabi Saw. mengerjakan shalat malam, saya bangun dan berwudhu
lalu berdiri di samping kiri beliau. Beliau lalu menarik saya dan meletakkannya
di sebelah kanan beliau. Beliau lalu shalat 13 rakaat.” (HR. Ahmad)
Maksud
13 rakaat di atas adalah 2 + 11 = 13 (dua rakaat shalat ringan (khafifatain) + sebelas rakaat).
Model Pelaksanaan Shalat Malam/
Tahajud
Sebelum
melaksanakan shalat malam maka disunahkan untuk melaksanakan shalat dua rakaat
yang ringan sebagai shalat ifititah (shalat
pembuka). Nabi Saw. bersabda:
إِذَا كاَمَ أخََدُكُ ًْ ٌِ ََ اليَّيوِْ فَييْفَْخَخِحْ صَلاَحَّ ُ
ةرَِكْعَخَيِْْ خَفِيفَْخِيِْْ
“Apabila salah seorang di
antara kalian mendirikan shalat malam, maka hendaklah dibuka dengan dua rakaat
yang ringan-ringan.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Maksud
membuka shalat dengan dua rakaat yang ringan adalah membuka dua rakaat tanpa
perlu membaca surat atau ayat setelah surat Al-Fatihah. Adapun bacaan doa
iftitah pada shalat Iftitah adalah: سُتدَْانَ اللهِ ذِى الٍْ َيهَُ تِْ
وَالْْبَََُوتِْ وَاىهِْبَِْيَاءِ وَاىعَْظٍَ َثِ
“Mahasuci Allah Zat Yang
Maha Memiliki Kerajaan, Kecukupan, Kebesaran dan Keagungan.”
(HR. Thabrani)
Ada
beberapa cara atau model pelaksanaan shalat Malam yang sering dilakukan oleh
Nabi Muhammad Saw., yaitu sebagai berikut.
1.
Shalat
Malam 11 rakaat dengan format 4-4-3,
yaitu
4 rakaat lalu salam, 4 rakaat lalu salam, kemudian 3 rakaat lalu salam. Cara ini didasarkan pada hadis fi‟li (perbuatan Nabi Saw) yang
bersumber dari „Aisyah r.a. istri Nabi Saw. Ketika Abu Salamah bin „Abdurrahman
r.a. bertanya kepada „Aisyah tentang shalat malam Nabi Saw. di bulan Ramadan:
“Bagaimana dulu
shalat Rasulullah di bulan Ramadan?” Jawab „Aisyah, „Rasulullah Saw. tidak
pernah menambah rakaat, baik di bulan Ramadan maupun di selainnya, di atas 11
rakaat. Beliau shalat empat rakaat, jangan kamu tanyakan bagus dan panjangnya.
Kemudian beliau shalat empat rakaat lagi, jangan kamu tanya bagus dan panjangnya.
Kemudian beliau shalat tiga rakaat.”
(HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
Hadis
di atas jelas menuntunkan kepada kita adanya anjuran shalat malam yang
dikerjakan dalam format 4-4-3. Pertanyaan Abu Salamah r.a. tentang bagaimana
shalat malam Nabi di bulan Ramadan, dijawab oleh „Aisyah r.a. istri Nabi Saw.
bahwa baik di bulan Ramadan maupun di luar bulan Ramadan, beliau mengerjakan
shalat 4-4 rakaat dengan baik dan lama, kemudian diakhiri dengan witir 3
rakaat. Selain itu, hadis ini dipahami oleh sebagian ulama bahwa 4 rakaat
tersebut dikerjakan langsung tanpa duduk tahiyat awal pada rakaat kedua karena
memang teks hadis ini zahirnya tidak menjelaskan adanya hal tersebut. Bahkan
diriwayatkan bahwa Nabi Saw. pernah shalat 8 rakaat langsung, tidak duduk di dalamnya
kecuali saat rakaat ke-8 lalu salam, lalu shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk
lalu salam, kemudian shalat 1 rakaat lagi sehingga totalnya berjumlah 11
rakaat.
2.
Shalat
Malam 11 rakaat dengan format 8-2-1
Dari
Sa‟d bin Hisyam bin „Amir r.a. bahwa ketika ia bertanya kepada Ibnu Abbas
tentang shalat malam yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, maka Ibnu Abbas r.a.
mempersilakan Sa‟d bertanya kepada Ummul Mukminin „Aisyah karena dialah yang
paling banyak tahu tentang witirnya Nabi Saw serta kegiatan Nabi Saw. di malam
lainnya. Maka Sa‟d pun bertanya ke pada „Aisyah r.a:
“Wahai Ummul Mukminin,
beritahukan kepadaku tentang shalat witir Rasulullah Saw!” „Aisyah menjawab,
“Kami menyiapkan untuk beliau siwaknya dan alat bersucinya, lalu Allah
membangunkannya bagi apa saja yang Allah kehendaki untuk dibangunkan pada malam
itu. Beliau lalu bersiwak dan berwudhu, lalu shalat dengan 8 rakaat tanpa duduk
di dalamnya kecuali pada rakaat ke-8 itu. Beliau zikir/menyebut nama Allah
„Azza wa Jalla dan berdoa, kemudian salam dengan salam yang kami dapat
mendengarnya. Kemudian beliau shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk setelah itu
salam. Kemudian beliau shalat 1 rakaat. Demikian itulah 11 rakaat wahai
anakku….” (HR. Nasa‟i dan Abu Daud)
Berdasarkan
hadis di atas, sebagian ulama berpendapat bahwa hadis ini memperkuat pendapat
bahwa shalat malam yang dilakukan Nabi Muhammad Saw.adalah 4 rakaat atau lebih,
ternyata tidak harus dibatasi setiap 2 rakaat tasyahud, tapi bisa juga 4 rakaat langsung, atau 8 rakaat langsung
tanpa tasyahud awal.
3.
Shalat
Malam 11 rakaat dengan format 2-2-1, yaitu salam pada setiap 2 rakaat dan
diakhiri dengan shalat witir 1 rakaat.
Dari Aisyah r.a. bahwa:
“Rasulullah Saw.
mengerjakan shalat malam pada waktu antara selesai Isya–yang disebut orang
sebagai „Atamah–sampai fajar, 11 rakaat. Beliau mengucapkan salam setiap 2
rakaat dan beliau melakukan shalat witir 1 rakaat. Apabila muazin diam usai
azan shalat Fajar (nama lain shalat Subuh) dan sudah jelas bagi beliau waktu
fajar, beliau shalat 2 rakaat yang ringan-ringan. Kemudian beliau berbaring ke
sebelah kanan hingga datang muazin untuk iqamat.”
(HR. Muslim, Nasa‟i, Abu Daud, Ahmad dan Ad-Darimi)
Hadis
di atas menjelaskan tentang waktu pelaksanaan shalat malam yakni antara setelah
Isya sampai sebelum masuk waktu (azan) Subuh. Nabi melakukan shalat malam 11
rakaat dengan rincian setiap 2 rakaat salam hingga 10 rakaat lalu mengerjakan shalat
witir 1 rakaat. Kesimpulan 10 shalat rakaat ini, disamping bisa dihitung
(10 + 1= 11 rakaat), juga karena ada hadis sahih riwayat Muslim, dari „Aisyah
r.a. bahwa:
“Shalat Rasulullah
Saw. di malam hari adalah 10 rakaat dan witir dengan 1 rakaat, lalu beliau
shalat 2 rakaat sunat fajar, maka jadilah itu 13 rakaat.”
Meskipun
hadis ini menyebutkan 13 rakaat karena shalat malam 10 rakaat + 1 witir
ditambah 2 rakaat shalat sunat fajar yang ringan-ringan (rak‟ataini khafifataini). Namun hakikat shalat malam tetap maksimal
11 rakaat karena 2 rakaat sunah Fajar ini tidak termasuk bagian dari shalat
malam. Hanya saja pelaksanaan 10 rakaat ini sudah umum dipahami dengan cara 2-2
rakaat sehingga kadang tidak perlu dirinci lagi, apakah dengan tasyahud setiap
2 rakaat lalu salam, ataukah tasyahud (awal) tanpa salam kecuali di akhirnya.
Hadis
riwayat Hisyam bin „Urwah yang meriwayatkan dari Bapaknya, dari „Aisyah r.a.
mungkin bisa dipakai sebagai perinci keterangan dari hadis 2-2 rakaat.
“Bahwasanya
Rasulullah Saw. dulu sedang tidur. Bila beliau bangun, beliau bersiwak dan
berwudhu, kemudian shalat 8 rakaat dengan duduk setiap dua rakaat lalu salam.
Kemudian beliau berwitir 5 rakaat dengan tidak duduk dan tidak salam kecuali
pada rakaat kelima.” (HR. Ahmad dan Baihaqi)
Hadis
Ahmad dan Baihaqi dengan periwayat sebagiannya sama yakni Hisyam bin „Urwah,
dari Bapaknya, dari „Aisyah r.a. di atas menjelaskan shalat malam yang dilakuan
oleh Rasulullah adalah 13 rakaat dengan format 8-5, yakni 8 dikerjakan
masing-masing 2 rakaat dan hanya salam pada rakaat kedelapan, lalu berwitir 5
rakaat dan langsung tanpa duduk kecuali pada rakaat kelima.
Hadis
dari Zaid bin Khalid Al-Juhani r.a. berikut akan lebih menjelaskan tentang
maksud matsna-matsna (dua-dua) dalam
prakteknya.
“Sungguh saya mencermati shalat Rasulullah
Saw., beliau shalat dua rakaat ringan, kemudian
shalat dua rakaat yang panjang sekali (panjangpanjang) lalu shalat dua rakaat
yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih
pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek
dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua
rakaat sebelumnya, kemudian melakukan witir. Maka demikian itulah shalat 13
rakaat.” (HR. Muslim, Abu Daud, Hakim dan Malik)
Meskipun
hadis di atas menyebutkan bahwa shalat Rasulullah Saw. di malam hari itu
berjumlah 13 rakaat dengan format 2-2-1 (matsna-matsna),
namun hakikatnya cuma 11 rakaat karena menghitungnya sudah termasuk di dalamnya
tuntunan shalat 2 rakaat ringan.
Dalam
riwayat lain yang juga dari „Aisyah r.a. bahwa pernah juga Nabi Saw. shalat 13
rakaat sudah termasuk 2 rakaat sebelum Subuh, dengan format 6-5, yakni 6 rakaat
dikerjakan masing-masing 2 rakaat dan hanya salam pada rakaat keenam, lalu berwitir
lima rakaat langsung.
“Pernah
Rasulullah Saw. shalat 13 rakaat sudah termasuk 2 rakaat sebelum Subuh (shalat
Sunah Fajar). Beliau shalat 6 rakaat dengan cara 2-2 rakaat, dan berwitir 5
rakaat dimana beliau tidak duduk di antaranya kecuali di akhirnya saja.”
(HR. Abu Daud)
Hadis-hadis
yang bersumber dari „Aisyah di atas sepintas, seakan-akan bertentangan satu
sama lainnya, karena riwayat „Aisyah yang paling pertama menyebutkan 11 rakaat,
sedang riwayat „Aisyah yang lain–termasuk riwayat Zaid bin Khalid r.a.–
menyebutkan 13 rakaat. Tetapi jika dicermati secara seksama, sebenarnya
hadis-hadis tersebut tidak bertentangan, karena hadis yang menyebutkan 13
rakaat, sudah termasuk di dalamnya 2 rakaat yang ringan-ringan (rak‟atain khafifatain), apakah sebagai
Shalat Iftitah ataukah sebagai Shalat Sunah Fajar. Abu Salamah r.a. ketika
menyapa „Aisyah r.a.
“Oi…Bunda
(„Aisyah), beritahukan kepadaku tentang shalat (malam) Rasulullah Saw. Maka
Bunda „Aisyah r.a. menjawab, “Shalat Rasulullah Saw. di dalam ataupun di luar
Ramadan 13 rakaat, sudah termasuk di dalamnya 2 rakaat Sunat Fajar.”
Dengan
demikian, substansi shalat malam Rasulullah baik di dalam ataupun di luar
Ramadan, tetap maksimal 11 rakaat, di luar 2 rakaat shalat Iftitah dan di luar
shalat Sunah Fajar.
4. Shalat Witir 7 rakaat
dengan format 4-3 rakaat, atau 9 rakaat dengan format 6-3 rakaat, atau 11
rakaat dengan format 8-3 rakaat, atau 13 rakaat dengan format 10-3 rakaat.
Dari
Mu‟awiyah bin Shalih, dari „Abdullah bin Abi Qays, dari „Aisyah r.a. berkata: “Adalah
Rasulullah Saw. dulu melakukan shalat Witir. Kata „Aisyah r.a., “Beliau
shalatWitir 4 dan 3 rakaat, 8 dan 3 rakaat, serta 10 dan 3 rakaat. Beliau tidak
pernah melakukan Witir kurang dari 7 rakaat, dan lebih dari 13 rakaat.”
(HR. Abu Daud)
Kebanyakan
hadis yang menyebutkan jumlah rakaatnya berbeda tersebut menyebutkan bahwa Nabi
Saw. shalat Witir paling sedikit 7 rakat dan paling banyak 13 rakaat, sudah
termasuk di dalamnya shalat Ifititah atau shalat Sunah Fajar. Sebagian hadis
tersebut menyebutkan bahwa saat beliau masih cukup kuat, beliau mengerjakan
shalat malam 13 rakaat (11 + 2 rakaat sunah Fajar atau dua rakaat shalat
Iftitah). Namun ketika beliau sudah semakin tua dan lemah, beliau mengerjakan
shalat malam 7 rakaat dalam keadaan berdiri, ditambah 2 rakaat sunah Fajar yang
kadang dikerjakan sambil duduk.
Dalam riwayat yang berbeda, Nabi Saw. pernah juga
bangun malam kemudian shalat 2 rakaat, lalu tidur, lalu shalat 6 rakaat, lalu
Witir 3 rakaat, dan shalat sunah Fajar.
“Dari Nabi Saw.
bahwasanya beliau pernah bangun malam lalu bersiwak kemudian shalat 2 rakaat,
kemudian tidur lagi, kemudian bangun lalu bersiwak dan berwudhu, lalu shalat 2
rakaat hingga genap menjadi 6 rakaat, kemudian berwitir 3 rakaat, dan shalat 2
rakaat (sunah Fajar).” (HR. Nasa‟i dan Ahmad)
5.
Shalat
Witir 3 Rakaat, yakni 2 rakaat salam lalu 1 rakaat salam
Dari
Ibnu „Umar r.a. berkata bahwa ketika seorang laki-laki bertanya kepada Aisyah
r.a.. tentang shalat Witir (3 rakaat), maka dia menjawab,
“Rasulullah
Saw. biasa memisahkan antara rakaat yang ganjil dan yang genap dengan salam dan
kami dapat mendengarnya.” (HR. Ahmad)
6.
Shalat
witir 3 rakaat langsung salam lalu bertasbih 3 kali
Dari
Sa‟id bin „Abdurrahman bin Abza, dari bapaknya, dari Ubay bin Ka‟ab: “Sesungguhnya Rasulullah Saw. berwitir 3
rakaat dengan membaca pada rakaat pertama “Sabbihisma rabbikal A‟la”, pada
rakaat kedua “Qul ya ayyuhal kafirun”, dan pada rakaat ketiga “Qul huwallahu „Ahad”, dan beliau qunut (berdiri lama) sebelum
rukuk. Apabila beliau telah selesai, beliau berucap saat selesainya
“Subhanal-Malikil-Quddus” 3 kali dengan memanjangkan ucapan yang terakhir.”
(HR.
Nasa‟i, Baihaqi, Ahmad, Abu Daud,
Thabrani, dan AdDaruquthni)
7.
Shalat
witir 1 rakaat saj
Ibnu
„Umar r.a. berkata bahwa ketika seorang bertanya kepada Nabi Muhammad Saw.
tentang shalat malam, maka Nabi beliau menjawab “Shalat malam itu dua-dua rakaat. Bila salah seorang kalian khawatir
masuk waktu Subuh, maka cukup shalat 1 rakaat untuk mewitirkannya dari shalat
Malam yang telah dilakukannya.” (HR. Jamaah)
Hadis
qauli (perkataan) dari Nabi Saw. di
atas menjelaskan bahwa shalat malam itu 2-2 rakaat dengan diakhiri satu rakaat.
Sedemikian pentingnya shalat ini
sehingga sangat dianjurkan oleh Nabi Saw. untuk sedapat mungkin dikerjakan oleh
kita umatnya meskipun hanya satu rakaat. Kebolehan untuk mengerjakan ini
berlaku umum, khususnya ketika sudah akan masuk waktu Subuh. Meskipun tetap
boleh mengerjakan 1 rakaat, tapi saya belum menemukan hadis yang menceritakan
bahwa Nabi Saw. pernah melakukan shalat malam 1 rakaat saja karena itu hanya
berlaku khusus bagi orang yang khawatir akan masuk waktu Subuh, sedangkan bagi
yang tidak, sebaiknya mengerjakan seperti yang dilakukan dan diperintahkan oleh
Nabi Muhammad Saw.. Semoga kita menjadi umat beliau yang senantiasa mengisi
waktu malam pemberian Allah dengan banyak mendirikan shalat Tahajud.
B.
Doa Setelah Tahajud dan
Witir
Diriwayatkan
Bukhari dari Ibnu Abbas. Beliau berkata, “Bila Rasulullah Saw. bangun malam
untuk melaksanakan shalat tahajud di malam hari, beliau berdoa seperti berikut:
الَيَّٓ ُ َّ لمََ الَْْ ْدُ، اَ جَْ قِيِّ ُ
السٍَّ َ اوَاتَِ وَالَْْرضِْ وَ َ َْ فِيْٓ َّ. وَلمًََ
الَْْ ْدُ، لمََ مُيمُْ السًٍَّ َ اوَاتَِ وَالْْرضِْ وٌَ َ
َْ فِيْٓ ََّ. وَلِمَََ أاُلََْْْ جَْ دُمَ، اَيِمُجَْ اُل ْرُسٍَّ َ الاوسٍَّا َ اتِوَ ا
وَاتِ لْوََارلْْضِْر. ضِْوَ لوٌََ مََ ْ ا فِلَْْيْٓ ِْ
َّدَُ. ، اوََلمََِ الَْْ ْدُ،
ُجَْ الْْقَُّ، وَوعَْدُكَ الْْقَُّ، وَىِلَائمَُ خَقٌّ، وَكْ
ْلمَُ خَقٌّ، وَالَْْ َِّثُ خَقٌّ، وَالنَّارُ خَقٌّ، وَالنَّبِيُّ
ْٔنَ خَقٌّ، وَمََُّ َّدٌ صَلََّّ اللهُ عَييَّْ ِ وسََيَّ ًَ خَقٌّ، وَالسَّاعَثَُ خَقٌّ.
الَيَّٓ ُ ًَّ لمََ اسَْيٍَ ْجُ وَبمَِ آٌ َِجُْ،
وعََييَمَْ حَ َكََّّجُْ، وَإلََِمَْ أجَتجُْ، وَبمَِ خَاصٍَ ْجُ،
وَإلََِْمَ خَانٍَ ْجُ، فاَغْفِرْلِِْ
َاكَدٌَّ
ْجُ وَ َا اخََّرْتُ وَ َا اسََْْرتُْ وَ َا
اعَْيَ جُْ، اَُجَْ الٍْ ُ لَدِّمُ
وَاَُجَْ
الٍْ ُؤخَِّرُ لاَإلَََِ اَُجَْ وَلاخََ ْلَ وَلاكَُ َّٔةَ
إِلاَّ ةاِللهِ
“Ya Allah, milik-Mu
segala pujian. Engkau yang mengurus langit dan bumi serta segala yang ada di
dalamnya. Milik-Mu segala pujian. Milik-Mu segala kerajaan langit dan bumi
serta yang ada di dalamnya. Milik-Mu segala pujian. Engkaulah cahaya langit dan
bumi serta segala apa yang ada di dalamnya. Milik-Mu segala pujian. Engkaulah
cahaya langit dan bumi serta segala apa yang ada di dalamnya. Milik-Mu segala
pujian. Engkau adalah Raja langit dan bumi. Milik-Mu segala pujian. Engkau Maha
Benar, janji-Mu benar, pertemuan dengan-Mu benar, firman-Mu benar, surga-Mu
benar, neraka-Mu benar, nabi-nabi-Mu benar, Muhammad Saw. benar, dan hari
kiamat benar. Ya Allah, untuk-Mu aku berserah diri, kepada-Mu aku beriman,
kepada-Mu aku bertawakal, dan kepada-Mu aku kembali. Demi Engkau, aku rela
berseteru (dengan musuh) dan kepada-Mu aku berhukum. Maka, ampunilah
dosa-dosaku yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan, yang aku
sembunyikan dan aku nyatakan. Engkaulah yang mendahulukan dan mengakhirkan.
Tidak ada sembahan yang berhak diibadahi kecuali Engkau.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan
dari „Aisyah r.a. Beliau berkata, “Bila
Rasululullah Saw. mengawali qiyamullail, beliau
berdoa sebagai berikut:
الَيَّٓ ُ ًَّ ربََّ جِبَْائِيوَْ، وٌَ ِيكََْئِيوَْ، وَإسَِْْافِيوَْ،
فَاطِرَ السٍَّ َ َاتِ
وَالَْرْضِ عََلِ ًَ اىغَْيْبِ وَالشَّ َادَةِ، أَُجَْ
تََلُْ ًُ بِيَْْ عِتاَدِكَ فِيْ َا كََُُ ْا فِيّْ ِ
يََْخَيِفُ ْٔنَ، إِ ْدِنِِْ لٍِ َا اخْخُيِفَ فِيّْ ِ ٌِ
ََ الْْـَقِّ ةإِِذُْمَِ، إُِمََّ تَ ْدِيْ ٌَ َْ تشََاءُ
إِلََ صَِِاطٍ مُسْخِلِيْ ًٍ.
“Ya Allah Tuhannya
Jibril, Mikail, Israfil. Pencipta seluruh langit dan bumi, mengetahui hal yang
gaib dan alam nyata, Engkau memutuskan apa saja yang diperselisihkan manusia,
berilah aku petunjuk kepada kebenaran di dalam hal-hal yang diperselisihkan
dengan izin-Mu, karena Engkau memberi petunjuk kepada orang yang Engkau
kehendaki ke jalan yang lurus.” (HR. Muslim)
Rasulullah Saw. juga membaca doa berikut ini setelah
melaksanakan shalat Tahajud:
الَيَّٓ ُ ًَّ اجْعَوْ فِِْ كَيبِِْْ ُُ ْٔرًا، وَفِِْ
لسَِانِِْ ُُ ْٔرًا، وَفِِْ سَ ٍْعِِْ ُُ ْٔرًا،
وَفِِْ ةصَََِيْ ُُ ْٔرًا، وٌَ ِ َْ فَ ْقِِْ ُُ ْٔرًا، وٌَ
ِ َْ حـَدْتِِْ ُُ ْٔرًا، وَخَ َْ يـٍَ ِينِِْْ ُُ ْٔرًا،
وَخَ َْ شِـٍ َالِِْ ُُ ْٔرًا، وٌَ ِ َْ بِيَْْ يدََيَّ ُُ
ْٔرًا، وٌَ ِ َْ خَيفِِْْ ُُ ْٔرًا، وَاجْعِوْ فِِْ جَفْسِِْ ُُ
ْٔرًا، وَأعَْظِ ًْ لِِْ ُُ ْٔرًا.
“Ya Allah, berilah cahaya
di hatiku, sinar di lidahku, sinar di telingaku, sinar di mataku, sinar di
atasku, sinar di bawahku, sinar di sebelah kananku, sinar di sebelah kiriku,
sinar di depanku, sinar di belakangku, beri aku sinar di jiwaku, dan perbesar
sinar untukku.” (HR. Muslim)
Adapun untuk doa selesai shalat Witir,
rasulullah pun selalu berdoa kepada Allah sepertiyang diriwayatkan dari Ali bin
Abi Thalib r.a., bahwa Rasulullah Saw. memanjatkan doa selesai shalat witir
dengan lafaz: ا لَيَّٓ ُ ًَّ إِنِِّْ أعَُ ذُْ ةرِضَِاكَ ٌِ
َْ سَخَطِمَ وِبـِ ُعَافَخِمَ ٌِ َْ خُ لُ ْٔبَخِمَ، وَأعَُ ذُْ ةمَِ ٌِ ِْمَ لاَ أخَْصِِْ ثَ اَءً
عَييَْمَ أَُجَْ نَ َا أثَنْيَجَْ عََلَ جَفْسِمَ
“Ya Allah, aku berlindung
dengan rida-Mu dari murka-Mu, dengan kemaafan-Mu dari hukuman-Mu, dan aku
berlindung kepada-Mu dari (siksaa)-Mu. Aku tidak dapat menghitung pujian
kepada-Mu seperti yang Engkau pujikan terhadap diri-Mu.”
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Syamsul Haq Al-„Azhim Abadi dalam
kitabnya „Aunul Ma‟bud, mengatakan,
“Maksudnya adalah diucapkan sesudah salam (dari shalat Witir), sebagaimana yang
disebutkan dalam riwayat lainnya.”