Oleh:
Dr. Silvia Permata Sari, SP., MP.
Dosen Fakultas Pertanian
Universitas Andalas
Curah hujan yang tinggi dan tak menentu sering kali
kendala dalam budidaya tanaman dan menjadi salah satu faktor penentu
keberhasilan panen, terutama tanaman hortikultura. Itu karena pada umumnya
tanaman hortikultura sangat rentan mengalami gagal panen pada saat musim hujan
atau curah hujan tinggi. Untuk
dapat mengetahui prediksi dan kondisi cuaca, kita bisa lihat di beberapa
aplikasi perkiraan cuaca.
Informasi
perkiraan cuaca termasuk intensitas curah hujan diperlukan petani sebagai bahan
pertimbangan atau acuan dalam pengelolaan air ketika curah hujan tinggi. Adapun
dampak negatif dari curah hujan yang tinggi adalah sebagai berikut:
1)
Meningkatnya
tingkat serangan hama dan penyakit tanaman.
2)
Munculnya hama dan
penyakir baru tanaman.
3)
Dapat menurunkan
hasil panen (kualitas dan kuantitas).
4)
Laju erosi
semakin tinggi, sehingga dapat menurunkan kesuburan tanah.
5)
Tingginya resiko
gagal panen.
Contohnya:
pada tanaman Cabai (Capsicum annuum L.), curah hujan yang tinggi
meningkatkan serangan serangan hama dan penyakit. Cabai sangat rentan terhadap
serangan penyakit layu Fusarium dan bakteri pada saat curah hujan tinggi.
Sebaliknya pada saat curah hujan rendah menyebabkan tingkat serangan hama yang
semakin meningkat seperti hama trips, kutudaun, dan ulat grayak. Tanaman
Berdasarkan uraian di atas, maka petani perlu melakukan
tindakan adaptasi terhadap perubahan iklim (termasuk intensitas dan curah hujan
yang tinggi) agar terhindar dari gagal panen. Beberapa teknologi adaptasi yang
dapat dilakukan pada daerah curah hujan tinggi yaitu :
- Mengatur waktu dan pola tanam.
- Penggunaan varietas yang toleran curah hujan tinggi.
- Rotasi atau gilir tanam.
- Pembuatan embung dan irigasi yang baik.
- Konservasi tanah melalui pembuatan bedengan dan
guludan.
- Peningkatan keterampilan petani dan penyuluh melalui
sekolah iklim, serta sekolah lapang dan penerapan teknologi.
Sekarang
kita akan bahas lebih rinci mengenai teknologi adapatasi pada curah hujan yang
tinggi tersebut, kita bawah di bawah ini ya.
A.
Penyesuaian Waktu Tanam dan
Pola Tanam
Kenapa kita perlu menyesuaikan waktu tanam dan pola tanam
? Alasannya karena adanya perubahan iklim yang ekstrem, seperti: intensitas dan
frekuensi curah hujan yang tinggi, musim kemarau yang panjang, kabut, angin
kencang dan gejala iklim lainnya yang dapat menyebabkan gagal panen.
Tidak semua tanaman
membutuhkan air yang banyak dari curah hujan, tetapi ada juga tanaman yang
membutuhkan air yang sedikit. Kemudian ada juga jenis tanaman yang memiliki
kualitas semakin baik, jika tercukupi kebutuhan airnya melalui curah hujan.
Contohnya: tanaman kentang (Solanum tuberosum) ketika intensitas curah
hujan tinggi dapat meningkatkan serangan penyakit busuk daun dan busuk umbi
kentang, serta pertumbuhannya kerdil. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian
waktu tanam melalui kalender tanam. Selain menyesuaikan waktu tanam, pola tanam
tumpangsari atau tumpang gilir juga dapat dilakukan petani pada dataran tinggi
maupun dataran rendah untuk mengatasi curah hujan tinggi.
Pola tanam tumpangsari atau tumpang gilir tersebut erat
kaitannya sifat tanaman akan kebutuhan air. Ketersediaan air menentukan
keberhasilan budidaya tanaman hortikultura lainnya, terutama sayuran. Pada tanaman
semusim, penentuan waktu tanam sangat penting karena berkaitan dengan ketersediaan
air. Dalam budidaya tanaman hortikultura pada dataran tinggi, adaptasi yang
dilakukan petani ketika curah hujan tinggi tidak hanya menyesuaikan waktu dan
pola tanam, tetapi juga menanam tanaman penguat teras contohnya tanaman tahunan
di pinggir lahan petani. Tujuan penanaman tanaman pengeras teras adalah untuk mencegah
erosi ketika curah hujan tinggi.
B.
Penggunaan
Varietas Tanaman yang Adaptif dan Toleran
Teknologi adaptasi kedua yang dapat dilakukan petani pada
daerah curah hujan tinggi yaitu penggunaan varietas tanaman yang adaptif dan
toleran terhadap perubahan iklim yang ekstrem. Pemilihan varietas yang adaptif
dan toleran tersebut berkaitan erat dengan tindakan perlindungan tanaman yang
akan dilakukan petani. Pengembangan varietas yang adaptif dan toleran
membutuhkan waktu yang lama. Proyeksi iklim ke depan dapat menjadi landasan
awal bagi penelitian dan pengembangan pemuliaan tanaman. Jika suatu daerah
diproyeksi akan mengalami penurunan curah hujan, maka varietas yang akan
dikembangkan adalah varietas toleran kekeringan. Sebaliknya jika suatu daerah
tersebut mempunyai curah hujan yang tinggi, maka varietas tanaman yang
dikembangkan adalah varietas adaptif atau toleran terhadap curah hujan tinggi.
C.
Rotasi
Tanam atau Gilir Tanam
Teknologi adaptasi yang ketiga yang murah dan mudah
dilakukan petani ketika menghadapi curah hujan tinggi adalah rotasi tanaman.
Rotasi tanaman yaitu salah satu sistem budidaya tanaman dengan cara menggilir
atau menanam lebih dari satu jenis tanaman yang berbeda famili dalam waktu yang
tidak bersamaan pada satu areal lahan pertanian.
Adapun keuntungan melakukan tindakan rotasi tanaman
adalah mengembalikan unsur hara tanaman, mengurangi intensitas serangan hama
dan penyakit, membentuk ekosistem mikro yang stabil, dan pada beberapa
komoditas (terutama sayuran) dapat memenuhi permintaan pasar. Sebagai contoh
rotasi tanaman atau gilir tanam yang dapat dilakukan oleh petani hortikultura
adalah menanam umbi-umbian, kemudian digilir dengan menanam polong-polongan,
setelah itu baru menanam lahan dengan tanaman sayuran buah dan sayuran daun.
D. Pembuatan Embung Pertanian
dan Irigasi
Pada umumnya tanaman hortikultura tidak membutuhkan air
yang banyak pada saat panen. Pengelolaan air tersebut meliputi kualitas dan
kuantitas air di lahan pertanian tersebut. Kualitas air dapat diperbaiki dengan
pemberian kapur dan batu kapur ke dalam air untuk irigasi, guna meningkarkan
pH, konsentrasi Ca dan Mg, menurunkan konsentrasi Fe, bahkan dapat meningkatkan
produktivitas tanaman. Sedangkan untuk menjaga kuantitas air, petani dapat
membuat irigasi, meninggikan tanah dengan sistem surjan (parit), dan pembuatan
embung pertanian (panen hujan). Oleh karena itu, tindakan pengelolaan air
sangat penting dalam budidaya tanaman, terutama tanaman hortikultura.
Teknologi panen air dan konservasi air yang relatif mudah
dan dapat dijangkau oleh petani adalah pembuatan embung. Menurut Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, salah satu teknologi yang dapat
dilakukan petani untuk mengatasi curah hujan tinggi adalah optimalisasi dalam
pengelolaan sumber daya lahan dan irigasi. Selain itu, irigasi juga diperlukan
petani ketika musim kemarau, dimana laju transpirasi tanaman juga semakin
tinggi.
Selain teknologi embung pertanian (panen hujan),
teknologi pembenah tanah dam pengembangan Biochar juga dapat dikembangkan pada
daerah yang curah hujannya tinggi. Fungsi Biochar tersebut yaitu memperbaiki
sifat fisik dan kimia tanah, sehingga mampu meretensi hara dan air pada lahan
yang tergradasi. Biochar dikembangkan dari sisa-sisa pertanian, seperti kulit
jagung, sabut dan tempurung kelapa.
E.
Teknik
Konservasi Tanah
Adapun manfaat dari teknik konservasi tanah tersebut
adalah memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanaman yang dibudidayakan. Pada
dataran rendah maupun dataran tinggi, teknik konservasi tanah dapat dilakukan
melalui pembuatan bedengan atau guludan, sehingga terhindar dari erosi pada
saat curah hujan tinggi.
Untuk budidaya sayuran di dataran tinggi, jangan membuat
bedengan atau guludan searah lereng karena memperbesar erosi dan hanyutnya
unsur hara sehingga dapat menurunkan kesuburan dan produktivitas lahan
pertanian kita tersebut. Pada umumnya bedengan atau guludan berukuran lebar
70-120 cm dan tinggi 20-30 cm.
Tujuan pembuatan bedengan dan guludan yaitu menjaga
aerasi tanah agar tetap baik, memudahkan tahapan penanaman, pemeliharaan, dan
panen. Pada umumnya petani kita mengerti bahwa tanpa teknik konservasi tanah,
banyak tanah yang hanyut tererosi dari lahan. Namun petani hortikultura
(khususnya sayuran), enggan menerapkan
teknik konservasi tanah karena tidak segera memberikan keuntungan langsung bagi
mereka.
F.
Peningkatan
Keterampilan Petani Melalui Sekolah Lapang Iklim
Perbedaan persepsi petani mempengaruhi petani untuk dapat
beradaptasi dengan perubahan iklim, contohnya jenis tanaman yang dibudidayakan.
Oleh karena itu perlu dilakukan sekolah lapang iklim untuk menyamakan persepsi
dan pemanfaatan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim. Pada tahun 2012, Kementerian
Pertanian telah menyelenggarakan Sekolah Lapang Iklim (SLI) hortikultura.
Program SLI itu diselenggarakan bekerja sama dengan BMKG
sebagai institusi yang berkewajiban menghasilkan informasi iklim, seperti: pengenalan
unsur cuaca dan iklim, pencatatan data iklim, dampak perubahan iklim terhadap
pertumbuhan tanaman, dan pengendalian hama terpadu. Sekolah Lapang Iklim dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam menghadapi dampak
negatif perubahan iklim yang ekstrem.
G. Penerapan Teknologi
Pengendali Iklim
Hasil penelitian mengenai teknologi pengendali iklim,
termasuk teknologi mengatasi curah hujan tinggi sudah banyak ditemukan oleh
para ahli klimatologi. Beberapa teknologi tersebut contohnya Rein Shelter,
teknologi Rooter System, dan Teknologi Modifikasi Cuaca atau dikenal
dengan istilah teknologi TMC.
Rein shelter
merupakan teknologi baru yang fungsinya sama seperti green house, mudah
diaplikasikan oleh petani di lahan pertanian. Berbeda halnya dengan teknologi Rooter
System, dimana teknologi ini bertujuan untuk mempercepat penyerapan air ke
dalam tanah sehingga resiko banjir atau air tergenang di lahan pertanian bisa
dihindari (Utomo, et al., 2021). Selain teknologi Rein Shelter dan Rooter
System, Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) juga dapat dimanfaatkan petani
sebagai salah satu cara untuk mengatasi curah hujan tinggi dengan cara memanfaatkan
parameter cuaca untuk tujuan menambah atau mengurangi intensitas curah hujan
pada daerah tertentu guna meminimalkan resiko bencana alam seperti banjir.
Tanaman Apa Saja yang Cocok Ditanam Selama Musim Hujan?
Bagi pada umumnya petani, musum hujan memiliki
tantangan tersendiri karena dibalik melimpahnya sumber daya air, juga terdapat
ancaman serangan hama dan penyakit yang tinggi. Oleh karena itu, pemilihan
tanaman yang cocok ditanam selama musim hujan akan mempengaruhi keberhasilan
petani. Apa saja tanamannya.
1.
Bayam (Amaranthus
sp.). Kita yang tak kenal dengan sayuran yang satu ini. Sayuran yang identik dengan film kartun “Popeye”
karena kandungan zat gizinya yang tinggi. Bayam merupakan tanaman yang biasa
ditanam dan dimanfaatkan sebagai sayuran hijau. Waktu terbaik menanam bayam
adalah di awal musim hujan. Cara bertanam bayam pun mudah. Pertama, semai bibit
di media campuran tanah dan pupuk kendang (1:1) selama lebih kurang 2 minggu.
Setelah itu pindah tanam ke lahan dan jangan lupa beri pupuk yang secukupnya. Bayam sudah dapat dipanen pada usia 6 minggu
(dengan tinggi lebih kurang 20 cm).
2.
Selada (Lacuta sativa).
Tanaman selada tumbuh baik pada tanah yang memiliki pH tanah 5-6,5. Selada
merupakan tanaman yang bisa tumbuh subur saat musim hujan. Beberapa jenis
selada yang dibudidayakan adalah selada keriting hijau, selada bokor, selada
romaine, dan butterhead lettuce yang dimanfaatkan dalam pembuatan salad.
3. Kangkung (Ipomoea aquatic). Kangkung adalah
tumbuhan yang termasuk salah satu sayuran daun yang paling popular di Asia
Tenggara, termasuk Indonesia. Sayur
ini dapat ditanam dengan menanam benihnya langsung dan bisa juga disemai
terlebih dahulu. Penanam langsung dilakukan jika jumlah benih yang tersedia
banyak. Sebaliknya jika disemai, benih disemai pada bedengan dengan larikan
sedalam 1-1,5 cm dengan jarak antar larikan 15-20 cm, dan dalam larikan 5 cm. Tanaman
kangkung tumbuh baik pada tanah yang memiliki pH tanah 6-7.
4. Terong atau dikenal dengan nama latin Solanum melongena berasal
dari India dan Sri Langka. Tanaman terong merupakan tanaman semusim dengan
bentuk batang yang bercabang, pendek dan berkayu, permukaan batang ditutupi
oleh bulu-bulu halus. Terong memiliki kandungan gizi yang lengkap sepeti lemak,
sodium, asam folat, vitamin B6, Potassium. Suhu optimal untuk menanam terong adalah 22-30oC
dengan pH tanah 6,5-7.
5.
Sawi
(Brassica juncea L.). Jenis sawi yang dapat ditanam pun beragam,
contohnya sawi putih, sawi hijau, sawi caisin, sawi keriting, dan sawi huma. Tanaman sawi tumbuh baik pada tanah yang memiliki
pH tanah 6-6,8.
Oke
sahabat pembaca, serba serbi tentang Dampak Intensitas dan Curah Hujan yang Tinggi di Bidang Pertanian.
Semoga menambah pengetahuan sahabat pembaca tercinta. #Salam Pertanian_SPS.