Padang,- Pekan Nasional Tani Dan Nelayan ke XVI yang diadakan di Kota Padang jadi momen bagi anak muda ini suarakan persoalan lahan di Sumbar. Seorang anak muda datang ke lokasi acara PENAS dan perfoto dengan poster bertulisan Stop Segala Bentuk Perampasan Lahan Petani dan Masyarakat Adat di Sumatera Barat. #SumbarDaruratRuangHidup.
kepada media ini anak muda yang bernama Muhammad Jalali mencurahkan keluh kesahnya terhadap permasalahan lahan di Sumbar.
Berikut curhatan Muhammad Jalali yang dikirim keredaksi media ini melalui pesan aplikasi WA pada Selasa 13/6/23
Sumatera barat (kota padang) menjadi tuan rumah tempat diselenggarakannya acara penas tani 2023 yang ke- XVI, dengan budjet yang fantastis. Ribuan kontingen dari seluruh indonesia ikut memeriahkan acara tersebut, begitupun juga dengan para pejabat, yang tak mau ketinggalan memberi ucapan atau bahkan datang langsung ke lokasi. Tapi bukan itu permasalahan yang akan saya kemukakan dalam tulisan kali ini.
So, disini saya mau menyampaikan terkait permasalahan perampasan Lahan yang terjadi di Sumatera Barat. Berdasarkan catahu LBH Padang, mencatat sepanjang 2022 konflik agraria terjadi baik antara petani dengan perusahaan atau dengan negara. Setidaknya ada 13 kasus konflik agraria seluas 11.930 hektar tersebar di tujuh kabupaten di Sumatera Barat.
Perampasan lahan tersebut mencakup sektor pertambangan, perkebunan, ibukota kabupaten, proyek strategis nasional, sampai kehutanan. Sehingga ada sekitar 2.802 keluarga atau 8.426 orang terdampak. Daerah terbanyak sebaran konflik di Pasaman Barat, ada tujuh kasus bersumber dari perkebunan dan kehutanan. Selanjutnya, di Solok ada dua kasus dari energi dan pertambangan, dan Agam dua kasus konflik dengan perusahaan dan kehutanan. Kasus lain di Pasaman, Solok Selatan, Padang Pariaman, dan Kepulauan Mentawai. (Mongabay. co. id)
Ternyata ditengah euforia acara tersebut masih banyak para petani ataupun masyarakat adat di sumatera barat yang tidak berdaulat atas tanah/ lahannynya sediri dari hama yang bernama oligarki. Namanya juga pemerintah sibuk kesana-kesini mencari para investor untuk mengambil lahan rakyatnya secara paksa. Masyarakat yang seharusnya menjadi tuan ditanahnya sendiri tapi sering kali diabaikan oleh pemrintah.
Sehingga ketika ada perusahaan baru masuk kesuatu wilayah, dimana masyarakat tidak pernah mengetahui, wajar jika ada perlawanan dari masyarakat itu sendiri. Namun disini masalahnya setiap ada kejadian seperti itu, pasti mereka yang mengatasnamakan aparat negara menjadi garda terdepan dalam membela sebuah perusahaan. Sehingga masyarakatlah yang menjadi korban represif, kriminalisasi ataupun intimidasi dari aparat penjaga mafia tersebut.
Maka dari perampasan lahan, dan ketidak berdayaan pemerintah, khususnya dalam tulisan ini pemerintah sumatera barat, berakibat bagi masyarakat yang memperjuangkan lahannya, mereka juga menjadi korban pelanggaran HAM oleh aparat negara. Oligarki makin subur, masyarakat kecil makin terkubur.
foto dan narasi di atas juga di tayangdiakun IG @muhammad_jalali