Wahyudi Thamrin

Umbi yang Berpotensi Sebagai Pengganti Beras


Beragam jenis bahan pangan yang dapat dikonsumsi hanya saja beras menjadi bahan pangan yang paling dominan untuk dikonsumsi sehari-hari. Masyarakat Indonesia sekitar 95% masih menggantungkan diri pada beras sebagai makanan pokok. Masyarakat masih menganggap beras sebagai pangan superior, sehingga ada istilah no rice no eat. Untuk mengurangi ketergantungan konsumsi beras sebagai makanan pokok di Indonesia dapat dilakukan berbagai banyak hal salah satunya yaitu dengan cara diversifikasi pangan melalui penganekaragaman konsumsi makanan baru hasil substitusi beras dengan bahan pangan pokok tradisional sebagai sumber karbohidrat lain.

Salah satu jalan keluar dari jurang kerawanan pangan adalah dengan mewujudkan diversifikasi pangan melalui pengembangan pangan alternatif berbasis sumber daya lokal. Pengembangan pangan lokal berbasis umbi-umbian memiliki nilai yang sangat strategis dalam mendukung program pemerintah untuk difersifikasi pangan dan meningkatkan pola kesejahteraan masyarakat. Indonesia memiliki potensi umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat yang tersedia dalam jumlah yang beragam, keberadaannya hampir merata di seluruh daerah di Indonesia, harganya relatif murah, dan sebagian telah menjadi pola makanan bagi masyarakat.  Ada lebih dari 30 jenis umbi-umbian yang biasa ditanam di Indonesia. Salah satu jenis  umbi yang berpotensi untuk dikembangkan adalah umbi ganyong (Canna edulis Ker).

Tanaman ganyong secara klasifikasi termasuk kedalam famili Cannaceae. Tanaman ini dikenal dengan nama ganyong dan memiliki beberapa nama lain di beberapa daerah di Indonesia diantaranya ubi pikul (Sumatra Utara), ganyong (Sunda), senitra (Jawa), banyur (Madura).  Ganyong banyak tumbuh liar pada daerah tropis di pekarangan maupun di hutan. Tanaman herba ini merupakan tanaman asli yang berasal dari Amerika Selatan dan dibawa oleh bangsa Portugis ke beberapa wilayah dan saat ini telah tersebar di Asia, Australia, dan Afrika serta dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan maupun non pangan. Di Indonesia, pembudidayaan Ganyong banyak terdapat di  Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Jambi, Lampung dan Jawa Barat, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Maluku. Namun, untuk saat ini sentra produksi ganyong ada di dua provinsi yaitu Jawa Tengah (Klaten, Wonosobo, dan Purworejo) dan Jawa Barat (Majalengka, Sumedang, ciamis, cianjur, Garut, Lebak, Subang dan Karawang) dengan usaha budidaya dan pemanfaatan yang masih terbatas.

Ganyong yang dibudidayakan di Indonesia dikenal dua jenis yaitu ganyong merah dan ganyong putih. Disebut ganyong merah karena memiliki umbi, helai daun, tangkai daun, pinggiran daun, tulang daun dan bunga berwarna merah keunguan, sedangkan ganyong putih umbinya berwarna putih, daun berwarna hijau dan memiliki dua warna bunga yaitu kuning dan oranye (jingga). Semua aksesi ganyong merah dan ganyong putih asal Indonesia memiliki karakter kuantitatif yang hampir sama. Yang membedakan keduanya adalah ganyong putih tanamannya lebih pendek, ukuran daun lebih kecil, dan hasil umbi lebih kecil. Dari informasi yang diperoleh, ganyong merah sulit menghasilkan biji dan kadar patinya lebih rendah dibandingkan ganyong putih.

Tanaman ganyong merupakan tanaman yang tahan terhadap segala kondisi  seperti dapat tumbuh pada semua jenis tanah dan iklim, tahan terhadap naungan dan bukan tanaman yang manja. Tanaman ini tidak membutuhkan syarat yang rumit untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Hanya saja untuk hasil panen tinggi, harus diperhatikan sifat dan lingkungan hidupnya secara teliti. Biasanya tanaman ganyong tumbuh liar di tegalan. Tanaman toleran pada kondisi tanah yang lembap atau ternaungi dan dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 2.500 m di atas permukaan laut. Ganyong dapat tumbuh baik pada daerah dengan distribusi curah hujan 1000-1200 mm per tahun. Pertumbuhan normal terjadi pada suhu di atas 10 oC, tetapi dapat melalui suhu tinggi 30-32 oC. Pertumbuhan ganyong di daerah tropis sangat baik sekali. Tumbuh subur pada berbagai macam tanah, termasuk tanah marginal seperti latosol asam bagi kebanyakan tanaman umbi. Tanah yang disukai adalah lempung berpasir dan kaya humus. Tanaman ini toleran terhadap interval pH 4,5-8,0

Sebagian besar tanaman ganyong yang dimanfaatkan adalah bagian umbi. Biasanya dimanfaatkan dengan cara dikukus, digoreng, dibakar atau sebagai bahan makanan campuran. Sedangkan sebagai bahan non pangan, pucuk dan tangkainya dapat diolah menjadi makanan ternak. Umbi ganyong memiliki keunggulan yaitu memiliki 68% kandungan serat dan mineral yang lebih tinggi dibanding umbi-umbian lain. Kandungan karbohidrat ganyong cukup tinggi, setara dengan umbi-umbi yang lain, sehingga cocok dijadikan  sebagai sumber energi. Kandungan karbohidrat ganyong berkisar antara 22,6% sampai 24,6%, umbi ganyong mengandung kira-kira air 75 gram, protein 1 gram, lemak0,1 gram, karbohidrat 22,6 gram, kalsium 21 mg, fosfor 70 mg, besi 1,9 mg, vitamin B 0,1 mg, vitamin C 10mg.  Potensi umbi ganyong dapat ditingkatkan dengan melakukan berbagai usaha dan inovasi pengolahan seperti mengolah umbi ganyong menjadi tepung dan pati sehingga dapat dimanfaatkan untuk bahan baku industri seperti minuman prebiotik, bihun, sohun, biskuit, makanan bayi, bahan pengental, jeli dan penganan tradisional.

Penulis: Obel SP.MP
Dosen Prodi Agroteknologi Fak Pertanian Unand